Komponen-Komponen Kurikulum Pendidikan Agama Islam

Ditulis Oleh: *Abdul Katar
Mahasiswa Pasca Sarjana (S2) IAIN STS Jambi

PENDAHULUAN
Kurikulum dapat diartikan dengan beragam variasi. Ada yang memandangnya secara sempit, yaitu kurikulum sebagai kumpulan mata pelajaran atau bahan ajar. Ada yang mengartikannya secara luas, meliputi semua pengalaman yang diperoleh siswa karena pengarahan, bimbingan dan tanggung jawab sekolah. Kurikulum juga diartikan sebagai dokumen tertulis dari suatu rencana atau program pendidikan, dan juga sebagai pelaksanaan dari rencana yang sudah direncanakan. Tidak semua yang ada dalam kurikulum tertulis, kemungkinan dilaksanakan dikelas.
Kurikulum dapat mencakup lingkup yang sangat luas, yaitu sebagai program pengajaran pada suatu jenjang pendidikan, dan dapat pula menyangkut lingkup yang sempit, seperti program pengajaran suatu mata pelajaran untuk beberapa macam mata pelajaran. Apakah dalam lingkup yang luas atau sempit, kurikulum membentuk desain yang menggambarkan pola organisasi dari komponen-komponen kurikulum dengan perlengkapan penunjangnya.


PEMBAHASAN
A.     Pengertian Kurikulum Pendidikan Islam
Pengertian kurikulum pendidikan agama Islam sebenarnya tidak jauh berbeda dengan kurikulum secara umum, perbedaan hanya terletak pada sumber pelajarannya saja. Sebagaimana yang diutarakan oleh Abdul Majid dalam bukunya Pembelajaran Agama islam Berbasis Kompetensi, mengatakan bahwa kurikulum Pendidikan Agama Islam adalah rumusan tentang tujuan, materi, metode dan evaluasi pendidikan dan evaluasi pendidikan yang bersumber pada ajaran agama Islam.[1]
Pendidikan Agama Islam adalah upaya sadar dan terencana dalam menyiapkan peserta didik untuk mcengenal, memahami, menghayati, hingga mengimani ajaran Islam, dibarengi dengan tuntunan untuk menghormati penganut agama lain dalam hubungannya dengan kerukunan antar umat beragama hingga terwujud kesatuan dan persatuan bangsa.[2]
Menurut Zakiyah Daradjat pendidikan agama Islam adalah suatu usaha untuk membina dan mengasuh peserta didik agar senantiasa dapat memahami ajaran Islam secara menyeluruh.[3]
Pengertian kurikulum dalam pandangan modern merupakan program pendidikan yang disediakan oleh sekolah yang tidak hanya sebatas bidang studi dan kegiatan belajarnya saja, akan tetapi meliputi segala sesuatu yang dapat mempengaruhi perkembangan dan pembentukan pribadi siswa sesuai dengan tujuan pendidikan yang diharapkan sehingga dapat meningkatkan mutu kehidupannya yang pelaksanaannya tidak hanya di sekolah tetapi juga di luar sekolah.
B.     Pengertian Komponen Kurikulum
Komponen adalah bagian yang integral dan fungsional yang tidak terpisahkan dari suatu sistem kurikulum karena komponen itu sendiri mempunyai peranan dalam pembentukan sistem kurikulum. Sebagai sebuah sistem, kurikulum mempunyai komponen-komponen. Seperti halnya dalam sistem manapun, kurikulum harus mempunyai komponen lengkap dan fungsional baru bisa dikatakan baik. Sebaliknya kurikulum tidak dikatakan baik apabila didalamnya terdapat komponen yang tidak lengkap sekarang dipandang kurikulum yang tidak sempurna.[4]
Suatu kurikum harus memiliki kesesuaian atau relevansi. Kesesuaian ini meliputi dua hal. Pertama kesesuaian antara kurikulum dengan tuntutan, kebutuhan, kondisi dan perkembangan masyarakat. Kedua kesesuaian antar komponen-komponen kurikulum, yaitu sesuai dengan tujuan, proses sesuai dengan isi dan tujuan. Demikian juga evaluasi sesuai dengan proses, isi dan tujuan kurikulum.[5]
Kurikulum sebagai suatu sistem memiliki komponen-komponen yang saling berkaitan antara satu dengan yang lainnya, yakni tujuan, materi, metode, media, evaluasi. Komponen-komponen tersebut baik secara sendiri maupun bersama menjadi dasar utama dalam upaya mengembangkan sistem pembelajaran. Ada beberapa pendapat yang menegaskan mengenai komponen kurikulum. Ralph W. Tyler menyatakan ada empat komponen kurikulum yaitu tujuan, materi, organisasi dan evaluasi. Senada dengan pendapat tersebut adalah Hilda Taba menulis bahwa komponen-komponen kurikulum itu antara lain tujuan, materi pelajaran, metode dan organisasi serta evaluasi. Komponen-komponen kurikulum saling berhubungan. Setiap komponen bertalian erat dengan komponen lainnya. Tujuan menetukan bahan apa yang dipelajari, bagaiamana proses belajarnya dan apa yang harus dinilai. Demikian pula penilaian dapat mempengaruhi komponen lainnya.[6]
Tohari Musnamar telah mengidentifikasikan dan merinci komponen-komponen yang dipertimbangkan dalam rangka pengembangan kurikulum yaitu: dasar dan tujuan pendidikan, pendidik, materi pendidikan, sistem penjenjangan, sistem penyampaian, sistem evaluasi, peserta didik, proses pelaksanaan (belajar mengajar), tindak lanjut, organisasi kurikulum, bimbingan dan konseling, administrasi pendidikan, sarana dan prasarana, usaha pengembangan, biaya pendidikan, dan lingkungan. Sementara itu Hasan Langgulung membagi unsur kurikulum menjadi empat yaitu: tujuan pendidikan, isi atau kandungan pendidikan, metode pengajaran, dan metode penilaian. Kurikulum harus memiliki kesesuaian atau relevansi. Kesesuaian ini meliputi dua hal, pertama kesesuaian kurikulum tuntutan, kebutuhan, kondisi, dan perkembangan masyarakat. Kedua, kesesuaan antara komponen-komponen kurikulum, yaitu sesuai dengan isi dan tujuan, demikian juga dengan evaluasi sesuai dengan proses, isi dan tujuan kurikulum.
Jadi, Salah satu fungsi kurikulum ialah sebagai alat untuk mencapai tujuan pendidikan yang pada dasarnya kurikulum memiliki komponen pokok dan komponen penunjang yang saling berkaitan dan berinteraksi satu sama lainnya dalam rangka mencapai tujuan tersebut. Komponen merupakan satu sistem dari berbagai komponen yang saling berkaitan dan tidak bisa dipisahkan satu sama lainnya, sebab kalau satu komponen saja tidak ada atau tidak berjalan sebagaimana mestinya.
C.      Komponen-Komponen Kurikulum
Komponen-komponen kurikulum pada prinsifnya terdiri dari empat macam komponen yaitu: tujuan, materi, metode dan evaluasi.[7]
1.       Komponen Tujuan
Komponen tujuan adalah komponen kurikulum yang menjadi target atau sasaran yang mesti dicapai dari melaksanakan suatu kurikulum. komponen ini sangat penting, karena melalui tujuan, materi proses dan evaluasi dapat dikendalikan untuk kepentingan mencapai tujuan kurikulum dimaksud. Tujuan kurikulum dapat dispesifikasikan ke dalam tujuan pembelajaran umum yaitu berupa tujuan yang dicapai untuk satu semester. Sedangkan tujuan pembelajaran khusus yang menjadi target setiap kali tatap muka. Dalam konteks kurikulum berbasis kompetensi tujuan pembelajaran umum disebut dengan istilah standar kompetensi dan tujuan pembelajaran khusus disebut dengan istilah kompetensi dasar.
Dalam Permendiknas No. 22 Tahun 2007 dikemukakan bahwa tujuan pendidikan tingkat satuan pendidikan dasar dan menengah dirumuskan mengacu kepada tujuan umum pendidikan berikut.
a.       Tujuan pendidikan dasar adalah meletakkan dasar kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia, serta keterampilan untuk hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih lanjut.
b.       Tujuan pendidikan menengah adalah meningkatkan kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia, serta keterampilan untuk hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih lanjut.
c.       Tujuan pendidikan menengah kejuruan adalah meningkatkan kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia, serta keterampilan untuk hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih lanjut sesuai dengan kejuruannya. Tujuan pendidikan institusional tersebut kemudian dijabarkan lagi ke dalam tujuan kurikuler; yaitu tujuan pendidikan yang ingin dicapai dari setiap mata pelajaran yang dikembangkan di setiap sekolah atau satuan pendidikan.
2.       Komponen Isi/Materi
Komponen materi adalah komponen yang didesain untuk mencapai komponen tujuan. Yang dimaksud dengan komponen materi adalah bahan-bahan kajian yang terdiri dari ilmu pengetahuan, nilai, pengalaman dan keterampilan yang dikembangkan ke dalam proses pembelajaran guna mencapai komponen tujuan.
Siswa belajar dalam bentuk interaksi dengan lingkungannya, lingkungan orang-orang, alat-alat, dan ide-ide. Tugas utama seorang guru adalah menciptakan lingkungan tersebut, untuk mendorong siswa melakukan interaksi yang produktif dan memberikan dirancang dalam suatu rencana mengajar. Materi pembelajaran disusun secara logis dan sistematis, dalam bentuk:[8]
a.       Teori; seperangkat konstruk atau konsep, definisi atau preposisi yang saling berhubungan, yang menyajikan pendapat sistematik tentang gejala dengan menspesifikasi hubungan-hubungan antara variabel-variabel dengan maksud menjelaskan dan meramalkan gejala tersebut.
b.       Konsep; suatu abstraksi yang dibentuk oleh organisasi dari kekhususan-kekhususan, merupakan definisi singkat dari sekelompok fakta atau gejala.
c.       Generalisasi; kesimpulan umum berdasarkan hal-hal yang khusus, bersumber dari analisis, pendapat atau pembuktian dalam penelitian.
d.       Prinsip; yaitu ide utama, pola skema yang ada dalam materi yang mengembangkan hubungan antara beberapa konsep.
e.       Prosedur; yaitu seri langkah-langkah yang berurutan dalam materi pelajaran yang harus dilakukan peserta didik.
f.        Fakta; sejumlah informasi khusus dalam materi yang dianggap penting, terdiri dari terminologi, orang dan tempat serta kejadian.
g.       Istilah, kata-kata perbendaharaan yang baru dan khusus yang diperkenalkan dalam materi.
h.       Contoh/ilustrasi, yaitu hal atau tindakan atau proses yang bertujuan untuk memperjelas suatu uraian atau pendapat.
i.         Definisi:yaitu penjelasan tentang makna atau pengertian tentang suatu hal/kata dalam garis besarnya.
j.          Preposisi, yaitu cara yang digunakan untuk menyampaikan materi pelajaran dalam upaya mencapai tujuan kurikulum.
Isi program kurikulum adalah segala sesuatu yang diberikan kepada anak didik dalam kegiatan belajar mengajar dalam rangka mencapai tujuan. Isi kurikulum meliputi jenis-jenis bidang studi yang diajarkan dan isi program masing-masing bidang studi tersebut. Bidang-bidang studi tersebut disesuaikan dengan jenis, jenjang maupun jalur pendidikan yang ada. Kriteria yang dapat membantu pada perancangan kurikulum dalam menentukan isi kurikulum. Kriteria itu antara lain:
a.       Isi kurikulum harus sesuai, tepat dan bermakna bagi perkembangan siswa.
b.       Isi kurikulum harus mencerminkan kenyataan sosial.
c.       Isi kurikulum harus mengandung pengetahuan ilmiah yang tahan uji
d.       Isi kurikulum mengandung bahan pelajaran yang jelas
e.       Isi kurikulum dapat menunjang tercapainya tujuan pendidikan.
3.       Komponen Metode
Strategi dan metode merupakan komponen ketiga dalam pengembangan kurikulum. Komponen ini merupakan komponen yang memiliki peran sangat penting, sebab berhubungan dengan implementasi kurikulum. Strategi merujuk pada pendekatan dan metode serta peralatan mengajar yang digunakan dalam pengajaran. Tetapi pada hakikatnya strategi pengajaran tidak hanya terbatas pada hal itu saja. Pembicaraan strategi pengajaran tergambar dari cara yang ditempuh dalam melaksanakan pengajaan, mengadakan penilaian, pelaksanaan bimbingan dan mengatur kegiatan, baik yang secara umum berlaku maupun yang bersifat khusus dalam pengajaran.
Strategi pelaksanaan kurikulum berhubungan dengan bagaimana kurikulum itu dilaksanakan disekolah. Kurikulum merupakan rencana, ide, harapan, yang harus diwujudkan secara nyata disekolah, sehingga mampu mampu mengantarkan anak didik mencapai tujuan pendidikan. Kurikulum yang baik tidak akan mencapai hasil yang maksimal, jika pelaksanaannya menghasilkan sesuatu yang baik bagi anak didik. Komponen strategi pelaksanaan kurikulum meliputi pengajaran, penilaian, bimbingan dan penyuluhan dan pengaturan kegiatan sekolah.[9]
Strategi meliputi rencana, metoda dan perangkat kegiatan yang direncanakan untuk mencapai tujuan tertentu. Strategi pembelajaran merupakan rencana tindakan (rangkaian kegiatan) termasuk penggunaan metode dan pemanfaatan berbagai sumber daya / kekuatan dalam pembelajaran. Upaya untuk mengimplementasikan rencana yang sudah disusun dalam kegiatan nyata agar tujuan yang telah disusun tercapai secara optimal, dinamakan metode.
Telah disampaikan di atas bahwa dilihat dari filsafat dan teori pendidikan yang melandasi pengembangan kurikulum terdapat perbedaan dalam menentukan tujuan dan materi pembelajaran, hal ini tentunya memiliki konsekuensi pula terhadap penentuan strategi pembelajaran yang hendak dikembangkan. Apabila yang menjadi tujuan dalam pembelajaran adalah penguasaan informasi-intelektual, sebagaimana yang banyak dikembangkan oleh kalangan pendukung filsafat klasik dalam rangka pewarisan budaya ataupun keabadian, maka strategi pembelajaran yang dikembangkan akan lebih berpusat kepada guru. Guru merupakan tokoh sentral di dalam proses pembelajaran dan dipandang sebagai pusat informasi dan pengetahuan. Sedangkan peserta didik hanya dianggap sebagai obyek yang secara pasif menerima sejumlah informasi dari guru. Metode dan teknik pembelajaran yang digunakan pada umumnya bersifat penyajian (ekspositori) secara massal, seperti ceramah atau seminar. Selain itu, pembelajaran cenderung lebih bersifat tekstual.
Strategi pembelajaran yang berorientasi pada guru tersebut mendapat reaksi dari kalangan progresivisme. Menurut kalangan progresivisme, yang seharusnya aktif dalam suatu proses pembelajaran adalah peserta didik itu sendiri. Peserta didik secara aktif menentukan materi dan tujuan belajarnya sesuai dengan minat dan kebutuhannya, sekaligus menentukan bagaimana cara-cara yang paling sesuai untuk memperoleh materi dan mencapai tujuan belajarnya. Pembelajaran yang berpusat pada peserta didik mendapat dukungan dari kalangan rekonstruktivisme yang menekankan pentingnya proses pembelajaran melalui dinamika kelompok.
Pembelajaran cenderung bersifat kontekstual, metode dan teknik pembelajaran yang digunakan tidak lagi dalam bentuk penyajian dari guru tetapi lebih bersifat individual, langsung, dan memanfaatkan proses dinamika kelompok (kooperatif), seperti : pembelajaran moduler, obeservasi, simulasi atau role playing, diskusi, dan sejenisnya. Selanjutnya, dengan munculnya pembelajaran berbasis teknologi yang menekankan pentingnya penguasaan kompetensi membawa implikasi tersendiri dalam penentuan strategi pembelajaran. Meski masih bersifat penguasaan materi atau kompetensi seperti dalam pendekatan klasik, tetapi dalam pembelajaran teknologis masih dimungkinkan bagi peserta didik untuk belajar secara individual.
Dalam pembelajaran teknologis dimungkinkan peserta didik untuk belajar tanpa tatap muka langsung dengan guru, seperti melalui internet atau media elektronik lainnya. Peran guru dalam pembelajaran teknologis lebih cenderung sebagai director of learning, yang berupaya mengarahkan dan mengatur peserta didik untuk melakukan perbuatan-perbuatan belajar sesuai dengan apa yang telah didesain sebelumnya. Berdasarkan uraian di atas, ternyata banyak kemungkinan untuk menentukan strategi pembelajaran dan setiap strategi pembelajaran memiliki kelemahan dan keunggulannya tersendiri.
4.       Komponen Evaluasi
Komponen evaluasi adalah komponen kurikulum yang dapat diperbandingkan seperti halnya penjaga gawang dalam permainan sepak bola, memfungsikan evaluasi berarti melakukan seleksi terhadap siapa yang berhak untuk diluluskan dan siapa yang belum berhak diluluskan, karena itu siswa yang dapat mencapai targetlah yang berhak untuk diluluskan,sedangkan siswa yang tidak mencapai target (prilaku yang diharapkan) tidak berhak untuk diluluskan. Dilihat dari fungsi dan urgeni evaluasi yang demikian, Dari sudut komponen evaluasi misalnya, berapa banyak guru yang mengerjakan suatu mata pelajaran yang sesuai dengan latar belakang pendidikan guru dan ditunjang pula oleh media dan sarana belajar  yang memedai serta murid yang normal.[10]
Komponen evaluasi sangat penting artinya bagi pelaksanaan kurikulum. Hasil evaluasi dapat memberi petunjuk, apakah sasaran  yang ingin dituju dapat dicapai atau tidak. Di samping itu, evaluasi juga berguna untuk menilai, apakah proses kurikulum berjalan secara optimal atau tidak. Dengan demikian, dapat diperoleh petunjuk tentang pelaksanaan kurikulum tersebut. Berdasarkan petunjuk yang diperoleh dapat dilakukan perbaikan-perbaikan. Evaluasi kurikulum sepatutnya dilakukan secara terus menerus. Untuk itu perlu terlebih dahulu ditetapkan secara jelas apa yang akan dievaluasi, dengan menggunakan acuan dan tolok ukur yang jelas pula. Sehubungan dengan rancang bangun kurikulum ini, evaluasi dilakukan untuk mencapai dua sasaran utama, yaitu; pertama, evaluasi terhadap hasil atau produk kurikulum; kedua, evaluasi terhadap proses kurikulum.[11]
Evaluasi kurikulum dimaksudkan menilai suatu kurikulum sebagai program pendidikan untuk menentukan efisiensi, efektivitas, relevansi, dan produktivitas program dalam mencapai tujuan pendidikan. Efisiensi berkenaan dengan penggunaan waktu, tenaga, sarana dan sumber-sumber lainnya secara optimal. Efektivitas berkenaan dengan pemilihan atau penggunaan cara atau jalan utama yang paling tepat dalam mencapai suatu tujuan. Relevansi berkenaan dengan kesesuaian suatu program dan pelaksanaannya dengan tuntutan dan kebutuhan baik dari kepentingan masyarakat maupun peserta didik. Produktivitas berkenaan dengan optimalnya hasil yang dicapai dari suatu program.[12]
D.     Komponen Kurikulum Dalam Perspektif Pendidikan
Ralfh W. Tyler  dalam Muhammad Joko Susilo mengajukan 4 (empat) pertanyaan pokok yang mendasari ditemukannya komponen kurikulum, yakni:
1.       Tujuan apa yang harus dicapai sekolah?
2.       Bagaimana memilih bahan pelajaran guna mencapai tujuan itu?
3.       Bagaimanakah bahan disajikan agar efektif diajarkan?
4.       Bagaimana efektivitas belajar dapat dinilai?[13]
Berdasarkan pertanyaan itu, maka diperoleh keempat komponen kurikulum yakni; pertama, tujuan; kedua, bahan pelajaran; ketiga, proses belajar mengajar; keempat, evaluasi dan penilaian. Pola kurikulum yang dikemukakan oleh Tyler ini nampaknya sangat sederhana, namun dalam kenyataannya lebih kompleks daripada yang diduga. Tak mudah menentukan pendidikan dan pengajaran, tak mudah pula menentukan bahan untuk mendidik anak agar menjadi manusia pembangunan, jujur, kerja keras, dan sebagainya. Menentukan kegiatan belajar mengajar yang efektif tak kurang sulitnya, karena keberhasilannya harus diketahui setelah nilai. 
Tiap komponen saling bertalian erat dengan semua komponennya lainnya, jadi tujuan bertalian erat dengan bahan pelajaran, proses belajar mengajar, dan penilaian.  Tanda panah dua arah melambangkan interelasi antara komponen-komponen kurikulum. Kita lihat tiap komponen yang mana pun ada hubungannya dengan semua komponen lainnya. Apa yang tampak gambang pada bagan sebenarnya tidak mudah dalam pelaksanaan pengembangan kurikulum, apalagi dalam mencapai tujuan-tujuan yang bersifat umum, terutama dalam bidang afektif.  Bahan apa yang paling serasi untuk membentuk manusia yang jujur, bertanggung jawab, takwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, yang paling setia kepada janji, cermat, bersih, bijaksana, sopan, dan sebagainya, tidak mudah menentukannya. Juga tidak mudah menentukan proses belajar mengajarnya yang tepat. Apakah seorang akan lebih bertanggung jawab bila ia disuruh menghafal peraturan-peraturan atau mendiskusikannya? Bagaimana menilai seseorang bahwa ia telah bertanggung jawab dalam segala perbuatannya. Kalau dikaitkan dengan tujuan nasional yang dirumuskan dalam falsafat bangsa dan negara yaitu Pancasila, maka dapat kita rasakan betapa sukar dan peliknya pekerjaan mengembang kurikulum.[14]  
E.      Keterkaitan Antara Komponen Satu Dengan yang Lainnya
Komponen tujuan berhubungan dengan arah atau hasil yang diharapkan. Dalam skala makro rumusan tujuan kurikulum erat kaitannya dengan filsafat atau sistem nilai yang dianut masyarakat. Bahkan rumusan tujuan menggambarkan suatu masyarakat yang dicita-citakan. Isi kurikulum merupakan komponen yang berhubungan dengan pengalaman belajar yang harus dimiliki siswa. Isi kurikulum itu menyangkut semua aspek baik yang berhubungan dengan pengetahuan atau materi pelajaran yang biasanya tergambarkan pada isi setiap mata pelajaran yang diberikan maupun aktivitas dan kegiatan siswa. Baik materi maupun aktivitas itu seluruhnya diarahkan untuk mencapai tujuan yang ditentukan.
Strategi berkaitan dengan upaya yang harus dilakukan dalam rangka pencapaian tujuan. Strategi yang ditetapkan dapat berupa strategi yang menempatkan siswa sebagai pusat dari setiap kegiatan, ataupun sebaliknya. Strategi yang berpusat kepada siswa biasa dinamakan teacher centered. Strategi yang bagaimana yang dapat digunakan sangat tergantung kepada tujuan dan materi kurikulum.
 Evaluasi merupakan komponen untuk melihat efektivitas pencapaian tujuan. Dalam konteks kurikulum evaluasi dapat berfungsi untuk mengetahui apakah tujuan yang telah ditetapkan telah tercapai atau belum, atau evaluasi digunakan sebagai umpan balik dalam perbaikan strategi yang diterapkan.

PENUTUP
Komponen adalah bagian yang integral dan fungsional yang tidak terpisahkan dari suatu sistem kurikulum karena komponen itu sendiri mempunyai peranan dalam pembentukan sistem kurikulum
Karena kurikulum dapat diumpamakan sebagai suatu organisme manusia ataupun binatang, yang memiliki susunan anatomi tertentu. Jadi, komponen kurikulum merupakan bagian-bagian atau unsur-unsur kurikulum yang telah direncanakan untuk mencapai  tujuan pendidikan tertentu
Kurikulum dapat diumpamakan sebagai suatu organisme manusia ataupun binatang, yang memiliki susunan anatomi tertentu. Unsur atau komponen-komponen dari anatomi tubuh kurikulum yang utama adalah tujuan, isi atau materi, proses atau sistem penyampaian dan media, serta evaluasi. Komponen-komponen tersebut berkaitan erat satu sama lain.

DAFTAR PUSTAKA
Ali, Muhammad, Pengembangan Kurikulum di Sekolah, Bandung: Sinar Baru Algensindo, 2008
Amailik, Oemar, Kurikulum Pembelajaran, Jakarta: Bumi Aksara, 2008
ArifinZainal. Konsep & Model Pengembangan Kurikulum, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. 2011
Hasibuan, Lias. Kurukulum dan Pemikiran Pendidikan.  Jakarta: Gaung Persada Press. 2010
Idi, Abdulllah, Pengembangan Kurikulum Teori dan Praktik, Jogjakarata: Ar-Ruzz Media, 2011
Mujib, Abdul dan Jusuf Mudzakir.  Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Kencana Prenada Media. 2010
Sukmadinata, Syaodih, Nana. Pengembangan Kurikulum; Teori dan Praktik. Bandung: Remaja Rosdakarya. 2010
Susilo, Joko, Muhammad, Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan, Yogyakarta: Pustaka Belajar, 2008
Syarif, Hamid. Pengembanagan Kurikulum, Pasuruan: Garoeda Buana Indah, 2009
Zaini, Muhammad. Pengembangan Kurikulum; Konsep Implementasi, Evaluasi dan Inovasi. Yogyakarta: Teras. 2009


Fotenote

[1] Abdul Majid, dan Dian Andayani, Pendidikan Agama Islam Berbasis Kompetensi. Remaja Rosda Karya, Bandung, 2006, hal. 74.
[2] Abdul Majid, Op., Cit. hal.130
[3] Ibid. hal.130.
[4] Lias Hasibun, Kurikulum dan Pemikiran Pendidikan, Jakarta: Gaung Persada, 2010.  hal. 37
[5] Nana Syaodih Sukmadinata, Pengembangan Kurikulum; Teori dan Praktik. Bandung: Remaja Rosdakarya. 2010. Hal. 102
[6] Muhammad Zaini, Pengembangan Kurikulum; Konsep Implementasi, Evaluasi dan Inovasi. Yogyakarta: Teras. 2009. Hal. 79-81
[7] Lias Hasibuan, Kurukulum dan Pemikiran Pendidikan. hal. 38-40
[8] Nana Syaodih Sukmadinata, Pengembangan Kurikulum Teori dan praktek, hal. 105
[9] Hamid Syarif. Pengembanagan Kurikulum, Pasuruan: Garoeda Buana Indah, 2009, hal 108
[10] Oemar amalik, Kurikulum Pembelajaran, Jakarta: Bumi Aksara, 2008, hal. 28
[11] Muhammad Ali, Pengembangan Kurikulum di Sekolah, Bandung: Sinar Baru Algensindo, 2008, hal. 60
[12] Nana Sudjana, Pembinaan dan Pengembangan Kurikulum di Sekolah, Bandung: Sinar Baru Algensindo, 2005, hal. 49
[13] Muhammad Joko Susilo, Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan, Yogyakarta: Pustaka Belajar, 2008, hal 88.
[14] Muhammad Joko Susilo, Dasar-Dasar dan Proses Pembelajaran, hal. 77

Comments

Post a Comment

Kajian Populer

Evaluasi Pendidikan; Input, Proses dan Output dalam Sistem Pendidikan

Pengertian, Ruang Lingkup dan Objek Kajian Filsafat Ilmu

Sejarah Pendidikan Islam Pada Masa Nabi Muhammad SAW

Konsep Belajar dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Belajar

Dasar dan Sumber-Sumber Pendidikan Islam

Karakteristik Pendidikan Islam Seiring Perkembangan Waktu

Komponen dan Kriteria Memilih Sumber Belajar

Pemikiran Pendidikan Islam KH. Abdurrahman Wahid dan Nurcholis Majid