Convey Even One Sentence

Selasa, 30 September 2025

Keuangan dan Lembaga Perbankan Syariah

Ditulis oleh: *Abdul Katar
Mahasiswa Pasca Sarjana UIN STS Jambi

PENDAHULUAN
Ekonomi  Syariah  merupakan  ilmu   pengetahuan  sosial   yang mempelajari  masalah-masalah ekonomi rakyat yang di ilhami oleh  nilai-nilai islam.  Ekonomi syariah   berbeda   dari  kapitalisme,  sosialisme,  maupun negara kesejahteraan (Welfare State).  Berbeda dari  kapitalisme  karena  Islam menentang  eksploitasi oleh  pemilik  modal  terhadap  buruh  yang  miskin,  dan melarang  penumpukan kekayaan.  Selain  itu,  ekonomi  dalam   kaca  mata. Islam   merupakan   tuntutan kehidupan sekaligus anjuran yang memiliki dimensi ibadah.

Perkembangan ekonomi syari’ah di Indonesia demikian cepat, khususnya perbankan, asuransi dan pasar modal. Jika pada tahun 1990-an jumlah kantor layanan perbankan syariah masih belasan, maka tahun 2000an, jumlah kantor pelayanan lembaga keuangan syariah itu melebihi enam ratusan yang tersebar di seluruh  Indonesia. Lembaga asuransi syariah pada tahun 1994 hanya dua buah yakni Asuransi Takaful Keluarga dan Takaful Umum, kini telah berjumlah 34 lembaga asuransi syariah (Data AASI 2006). Demikian pula obligasi syariah tumbuh pesat mengimbangi asuransi dan perbankan syariah.

Para praktisi ekonomi syari’ah, masyarakat dan pemerintah (regulator) membutuhkan fatwa-fatwa syariah dari lembaga ulama (MUI) berkaitan dengan praktek dan produk di lembaga-lembaga keuangan syariah tersebut. Perkembangan lembaga keuangan syariah yang demikian cepat harus  diimbangi dengan fatwa-fatwa hukum syari’ah yang valid dan akurat, agar seluruh produknya memiliki landasan yang kuat secara syari’ah.

Untuk itulah Dewan Syari’ah Nasional (DSN) dilahirkan pada tahun 1999 sebagai bagian dari Majlis Ulama Indonesia. Masalah ekonomi syaria merupakan Wewenang Peradilan agama yang diatur dalam UU No 7/1989 yang baru-baru ini telah diamandemen oleh DPR.

Sementara itu pada pertengahan tahun 1997 krisis ekonomi dan moneter telah menimpa negara kita yang menurut para pakar diakibatkan kombinasi dari dampak penularan ( contagion ) eksternal dengan kelemahan internal dari struktur ekonomi, sosial dan politik. Kombinasi gejolak eksternal dan kelemahan internal ini telah mendorong krisis pada sektor keuangan dan sektor riil yang kemudian menimpa perbankan nasional.

Kemunduran ekonomi kapitalis yang menerapkan asas pasar bebas dan ekonomi sosialis dengan kontrol negara dalam perekonomian secara terpusat, merupakan titik pijak bagi perkembangan ekonomi syariah. Asas yang didepankan dalam ekonomi syariah adalah keadilan atau kesetaraan hak dan kewajiban, peniadaan segala bentuk penindasan atau penggerogotan terhadap pihak lain, serta memiliki dimensi sosiologis. Pilar utama perekonomian syariah adalah perbankan syariah.

PEMBAHASAN

A.    Ekonomi Syariah

Koperasi sebagai sebuah lembaga ekonomi rakyat telah lama dikenal di Indonesia, bahkan Dr. Muhammad Hatta, salah seorang Proklamator Republik Indonesia yang dikenal sebagai Bapak koperasi, mengatakan bahwa koperasi adalah Badan Usaha Bersama yang bergerak dalam bidang perekonomian, beranggotakan mereka yang umumnya berekonomi lemah yang bergabung secara sukarela dan atas dasar persamaan hak dan kewajiban melakukan suatu usaha yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan para anggotanya.

Menurut UU No. 25 tahun 1992 tentang Perkoperasian, dalam Bab I, Pasal 1, ayat 1 dinyatakan bahwa koperasi adalah badan usaha yang beranggotakan orang-seorang atau badan hukum koperasi dengan melandaskan kegiatannya berdasarkan prinsip koperasi sekaligus gerakan ekonomi rakyat yang berdasar atas asas kekeluargaan. Tujuan pendirian koperasi, menurut UU Perkoperasian, adalah memajukan kesejahteraan anggota pada khususnya dan masyarakat pada umumnya serta ikut membangun tatanan perekonomian nasional dalam rangka mewujudkan masyarakat yang maju, adil, dan makmur berlandaskan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.

Dalam teori sosial-ekonomi, dinyatakan bahwa membangun sebuah kesejahteraan bagi suatu bangsa, factor yang harus dikaji tidak hanya sekedar faktor ekonomi dalam arti sempit, tetapi juga harus melibatkan faktor psikologi, demografi, adat-budaya serta agama, dan faktor-faktor terkait lainnya.

Dengan demikian, sesuai dengan mayoritas penduduk Indonesia yang beragama islam, maka kajian-kajian yang bersumber dari syariah islam tidak dapat dinafikan. Sebenarnya, dalam segenap aspek kehidupan bisnis dan transaksi, dunia islam  mempunyai system pekonomian yang berbasiskan nilai-nilai dan prinsip-prinsip syariah yang bersumber dari Al Quran dan Hadits serta dilengkapi dengan Al Ijma dan Al Qiyas. Sistem perekonomian islam, saat ini lebih dikenal dengan istilah Sistem Perekonomian Islam.

Sistem Ekonomi Syariah mempunyai beberapa tujuan, yakni:

1.        Kesejahteraan Ekonomi dalam kerangka norma moral Islam (dasar pemikiran QS. Al-Baqarah ayat 2 & 168; Al-Maidah ayat 87-88, Surat Al-Jumu’ah ayat 10);

2.        Membentuk masyarakat dengan tatanan sosial yang solid, berdasarkan keadilan dan persaudaraan yang universal (Qs. Al-Hujuraat ayat 13, Al-Maidah ayat 8,  Asy-Syu’araa ayat 183)

3.        Mencapai distribusi pendapatan dan kekayaan yang adil dan merata (QS. Al- An’am ayat 165, An-Nahl ayat 71, Az-Zukhruf ayat 32);

4.        Menciptakan kebebasan individu dalam konteks kesejahteraan social (QS. Ar- Ra’du ayat 36, Luqman ayat 22).

Ekonomi Syariah yang merupakan bagian dari system perekonomian Syariah, memiliki karakteristik dan nilai-nilai yang berkonsep kepada “amar ma’ruf nahi mungkar” yang berarti mengerjakan yang benar dan meninggalkan yang dilarang.

B.     Ciri Khas Ekonomi Syariah

Tidak banyak yang dikemukakan dalam Al Qur'an, dan hanya prinsip-prinsip yang mendasar saja. Karena alasan-alasan yang sangat tepat, Al Qur'an dan Sunnah banyak sekali membahas tentang bagaimana seharusnya kaum Muslim berprilaku sebagai produsen, konsumen dan pemilik modal, tetapi hanya sedikit tentang sistem ekonomi. Sebagaimana diungkapkan dalam pembahasan diatas, ekonomi dalam Islam harus mampu memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada setiap pelaku usaha. Selain itu, ekonomi syariah menekankan empat sifat, antara lain:

1.      Kesatuan (unity)

2.      Keseimbangan (equilibrium)

3.      Kebebasan (free will)

4.      Tanggung Jawab (responsibility)

Manusia sebagai wakil (khalifah) Tuhan di dunia tidak mungkin bersifat individualistik, karena semua (kekayaan) yang ada di bumi adalah milik Allah semata, dan manusia adalah kepercayaannya di bumi. Didalam menjalankan kegiatan ekonominya, Islam sangat mengharamkan kegiatan riba, yang dari segi bahasa berarti "kelebihan". Dalam Al Qur'an surat Al Baqarah ayat 275 disebutkan bahwa Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat), sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba.

C.    Sistem Ekonomi Syariah

Sudut pandang Ekonomi Syariah berdasarkan Ekonomi Keseimbangan adalah suatu pandangan islam terhadap hak individu dan masyarakat diletakkan dalam neraca keseimbangan yang adil tentang dunia dan akhirat, jiwa dan raga, akal dan hati, perumpamaan dan kenyataan, iman dan kekuasaan. Ekonomi yang moderat menurut Syariah Islam tidak menzalimi masyarakat, khususnya kaum lemah sebagaimana yang terjadi pada masyarakat kapitalis, dan juga tidak menzalimi hak individu sebagaimana yang dilakukan oleh kaum sosialis, tetap iIslam mengakui hak individu dan masyarakat.

Dengan demikian, dapat kita lihat bahwa Sistem Ekonomi Syariah mempunyai konsep yang lengkap dan seimbang dalam segala hal kehidupan, namun ironinya, pada saat ini justru ummat Islam yang terpuruk dalam ekonomi. Bahkan lebih parah lagi, Islam dianggap sebagai factor penghambat dalam pembangunan ekonomi. Padahal, jika ummat Islam konsisten terhadap ajaran agamanya, maka jalan menuju kesejahteraan sebenarnya terbuka lebar, karena Al Qur’an sebagai Kitab Suci dalam berbagai ayatnya mengajarkan motivasi dalam berusaha guna memenuhi kebutuhan hidupnya

Sistem Ekonomi Syariah mengakui adanya perbedaan pendapatan dan kekayaan pada setiap orang dengan syarat bahwa perbedaan tersebut diakibatkan karena setiap orang mempunyai perbedaan keterampilan, inisiatif, usaha, dan resiko. Namun perbedaan itu tidak boleh menimbulkan kesenjangan yang terlalu jauh antara yang kaya dengan yang miskin karena kesenjangan yang terlalu dalam tidak sesuai dengan Syariah Islam yang menekankan bahwa sumber-sumber daya bukan saja karunia dari Allah bagi semua manusia, melainkan juga merupakan amanah.

Dalam sistem ekonomi syariah dikenal beberapa bentuk kemitraan dalam berusaha, namun yang umum dikenal ada 2 (dua), yaitu Mudharabah dan Musyarakah.

Mudharabah adalah sebuah bentuk kemitraan di mana salah satu mitra, yang disebut “shahibul-maal” atau “rabbul-maal” (penyedia dana) yang menyediakan sejumlah modal tertentu dan bertindak sebagai mitra pasif, sedangkan mitra yang lain disebut “mudharib” yang menyediakan keahlian usaha dan manajemen untuk menjalankan ventura, perdagangan, industri atau jasa dengan tujuan mendapatkan laba

Musyarakah merupakan suatu bentuk organisasi usaha di mana dua orang atau lebih menyumbangkan pembiayaan dan manajemen usaha, dengan proporsi sama atau tidak sama. Keuntungan dibagi menurut perbandingan yang sama atau tidak sama, sesuai kesepakatan, antara para mitra, dan kerugian akan dibagikan menurut proporsi modal.

Demikian besarnya penekanan dan perhatian Islam pada ekonomi, karena itu tidak mengherankan jika ribuan  kitab Islam membahas konsep ekonomi Islam. Kitab-kitab fikih senantiasa membahas topik-topik mudharabah, musyarakah, musahamah, murabahah, ijarah, wadi’ah, wakalah, hawalah, kafalah, jialah, ba’i salam,istisna’, riba, dan ratusan konsep muamalah lainnya. Selain dalam kitab-kitab  fikih, terdapat karya-karya ulama klasik yang sangat melimpah dan secara panjang lebar (luas) membahas konsep dan ilmu ekonomi Islam. Pendeknya, kajian-kajian ekonomi Islam yang dilakukan para ulama Islam klasik sangat melimpah.

D.    Perkembangan Bank Syariah Di Indonesia

Adanya bank syariah di Indonesia dimulai sejak awal tahun 90-an, tepatnya pada tahun 91 yaitu dengan brdirinya Bank Muamalat Indonesia (BMI). Setelah diikuti oleh berdirinya Bank Syariah Mandiri (BSM). Fenomena perbankan syariah di Indonesia merupakan jerih payah perjuangan para penggagas adanya kelembagaan ekonomi keuangan dalam islam karena dengan adanya bank syariah, umat islam Indonesia daapat tertolong dalam bertransksi yang sesuai dengan syar’i dan memberikan rasa ketenangan dihati umat islam Indonesia.

Perkembangan industri perbankan syariah dalam tahun2004 masih dilandasi dengan tingkat ekspansi yang tinggi yang menunjukkan adanya demand terhadap jasa perbankan syariah yang tinggi yang telah di perkirakan dalam berbagai kajian yang dilakukan.

Perkembangan tersebut didukung pula oleh kondisi moneter dan kebijakan perbankan yang kondusif. Hal ini tercermin dari pertumbuhan yang signifikan pada sejumlah indikator seperti jumlah bank dan jaringan kantor dana pihak ketiga dan pembiayaan yang diberikan.

Secara institusional , dalam tahun 2004 jumlah bank yang melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah meningkat menjadi 3 bank umum syariah, 15 unit usaha syariah (UUS) dari bank umum konvesional (Bank Tugu) menjadi bank Umum Syariah yaitu Bank Syariah Mega Indonesia dibukanya 7 UUS dari bank umum konvensional khususnya bank-bank pembangunan daerah yaitu Bank DKI, BPD Riau, Bank Niaga, BPD KALSEL, BPD Sumut, BPD Aceh dan Bank Permata. Ijin operasional juga telah diberikan kepada 5 BPRS (satu konversi) yaitu BPRS Situbondo, BPRS Tenggamus, BPRS Buana Mitra Perwira, BPRS Artha Surya barokah dan BPRS Bhakti Sumekar. Meski demikan terhadap satu BPRS yang dicabut ijin usahanya yaitu BPRS Dharma Amanah.

Disamping peningkatan jumlah bank syariah yang beroerasi, jaringan kantor bank syariah juga menunjukkan pertumbuhan yang sangat signifiakan. Selama periode laporan jumlah kantor bank syariah (termasuk kantor kas dan kantor cabang pembantu) bertambah 96 kantor dari jumlah 337 kantor pada tahun2003 menjadi 443 kantor pada akhir tahun 2004 pertumbuhan jumlah dan jaringan kantor bank syariah tersebut dismping sejalan dengan hasil penelitian bank Indonesia mengenai potensi penegembangan perbankan syariahtersebut disamping sejalan dengan hasil penelitian bank Indonesia mengenai potensi perkembangan perbankan syariah disejumlah daerah , juga tidak terlepas dari kebijjakan bank Indonesia yang mendukung perluasan jaringan kantor bank syariah khusunya diluar wilayah ibu kota Provinsi. Dengan demikian jaringan perbankan syariah kini telah hadir dihampir sebagian besar provinsi.

E.     Bank Syariah  dan Kesejahteraan Masyarakat

Bank Syariah adalah tulang punggung berkembang atau tidaknya ekonomi syariah. Oleh karena itu kegagalan bank syariah bisa dibaca sebagai kegagalan ekonomi syariah. Ada sejumlah alasan mengapa institusi keuangan konvensional yang ada sekarang ini mulai melirik sistem syariah, antara lain pasar yang potensial karena mayoritas penduduk Indonesia beragama Islam dan kesadaran mereka untuk berperilaku bisnis secara Islami.

Potensi ini menjadi modal bagi perkembangan ekonomi umat di masa datang. Selain itu, terbukti bahwa institusi ekonomi yang menerapkan prinsip syariah, mampu bertahan di tengah krisis ekonomi yang melanda Indonesia. Di sektor perbankan saja misalnya, sampai tahun 2010 nanti jumlah kantor cabang bank-bank syariah diperkirakan akan mencapai 586 cabang. Prospek perbankan syariah di masa depan diperkirakan juga akan semakin cerah.

Bank-bank yang ada sekarang bisa memanfaatkan kebijakan dihilangkannya Batas Minimum Penyaluran Kredit (BMPK) untuk melakukan penyertaan pada bank lain. Ini satu kesempatan bagi bank untuk membuka unit-unit syariah. Misalnya bank A yang merupakan bank konvensional, dia bisa melakukan penyertaan di bank syariah tanpa dibatasi oleh BMPK. Di masa lalu batasnya 10 persen, sekarang tidak ada lagi.

Selain perbankan, sektor ekonomi syariah lainnya yang juga mulai berkembang adalah asuransi syariah. Prinsip asuransi syariah pada intinya adalah kejelasan dana, tidak mengadung judi dan riba atau bunga. Sama halnya dengan perbankan syariah, melihat potensi umat Islam yang ada di Indonesia, prospek asuransi syariah sangat menjanjikan. Dalam sepuluh tahun ke depan diperkirakan Indonesia bisa menjadi negara yang pasar asuransinya paling besar di dunia.

Seorang CEO perusahaan asuransi syariah asal Malaysia, Syed Moheeb memperkirakan, tahun 2008 mendatang asuransi syariah bisa mencapai 10 persen market share asuransi konvensional. Data dari Asosiasi Asuransi Syariah di Indonesia menyebutkan, tingkat pertumbuhan ekonomi syariah selama 5 tahun terakhir mencapai 40 persen, sementara asuransi konvensional hanya 22,7 persen.

Perbankan dan asuransi, hanya salah satu dari industri keuangan syariah yang kini sedang berkembang pesat. Pada akhirnya, sistem ekonomi syariah akan membawa dampak lahirnya pelaku-pelaku bisnis yang bukan hanya berjiwa wirausaha tapi juga berperilaku Islami, bersikap jujur, menetapkan upah yang adil dan menjaga keharmonisan hubungan antara atasan dan bawahan.

Bisa dibayangkan kesejahteraan yang bisa dinikmati umat jika penerapan ekonomi syariah ini sudah mencakup segala aktivitas ekonomi di Indonesia. Peluang penerapan ekonomi syariah masih terbuka luas. Belum lagi munculnya Baitul Maal Wa Tamlil (BMT) yang tumbuh bak jamur di musim hujan, menyemarakkan dinamika perekonomian wong cilik. Bayangkan, rentenir mulai resah dengan hadirnya BMT di pasar-pasar tradisional. Sektor riil bergulir, masyarakat terbantu, BMT bersinergi dengan Bank Syariah, mengucurkan dananya langsung ke masyarakat.

PENUTUP

Baru tiga dasawarsa menjelang abad 21, muncul kesadaran baru umat Islam untuk mengembangkan kembali kajian ekonomi syari’ah. Ajaran Islam tentang ekonomi, kembali mendapat perhatian serius dan berkembang menjadi disiplin ilmu yang berdiri sendiri. Pada era tersebut lahir dan muncul para ahli ekonomi syariah yang handal dan memiliki kapasitas keilmuan yang memadai dalam bidang mu’amalah. Sebagai realisasi dari ekonomi syariah, maka sejak tahun 1975 didirikanlah Internasional Development Bank ( IDB ) di Jeddah. Setelah itu, di berbagai negara, baik negeri- negeri muslim maupun bukan, berkembang pula lembaga-lembaga keuangan syariah

Bank  syariah adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. Perbankan syariah dalam melakukan kegiatan usahanya berdasarkan prinsip syariah, demokrasi ekokomi, dan prinsip kehati-hatian. Di dalam bank syariah terdapat suatu badan yang tidak ada di dalam bank-bank konvesional yaitu Dewan Pengawas Syariah. Dewan ini memiliki tugas untuk meneliti produk-produk baru bank syariah dan memberikan rekomendasi terhadap produk-produk baru tersebut serta membuat surat pernyataan bahwa bank yang diawasinya masih tetap menjalankan usaha berdasarkan prinsip-prinsip syariah.

REFERENSI

Adrian Sutedi, 2009, Perbankan Syariah ,Tinjauan dan Beberapa Segi Hukum, Ghalia Indonesia; Bogor

Hirsanuddin, 2008, Hukum Perbankan Syariah di Indonesia, Genta Press; Yogyakarta

Muhammad, 2004, Manajemen Dana Bank Syariah, Penerbit Ekonosia; Yogyakarta

Syaiful Watni, Suradji, Sutriya, 2003,  Analisis dan Evaluasi Hukum Tentang Perbankan Syariah di Indonesia, Badan Pembinaan Hukum Nasional; Jakarta

Warkum Sumitro, 2004,  Asas-asas Perbankan Islam & Lembaga-lembaga Terkait dan Pasar Modal Syariah di Indonesia. PT. Raja Grafindo Persada; Jakarta
Share:

0 komentar:

Posting Komentar

Search Articles

Popular Post Article