Pengertian, Ruang Lingkup dan Objek Kajian Filsafat Ilmu

Oleh: *Abdul Katar
Mahasiswa Pasca Sarjana (S2) IAIN STS Jambi

PENDAHULUAN
Perkembangan ilmu pengetahuan yang semakin pesat sekarang ini, tidaklah menjadikan manusia berhenti untuk mencari kebenaran. Justru sebaliknya, semakin menggiatkan manusia untuk terus mencari dan mencari kebenaran yang berlandaskan teori-teori yang sudah ada sebelumnya untuk menguji sesuatu teori baru atau menggugurkan teori sebelumnya. Sehingga manusia sekarang lebih giat lagi melakukan penelitian-penelitian yang bersifat ilmiah untuk mencari solusi dari setiap permasalahan yang dihadapinya. Karena itu bersifat  statis, tidak kaku, artinya ia tidak akan berhenti pada satu titik, tapi akan terus berlangsung seiring dengan waktu manusia dalam memenuhi rasa keingintahuannya terhadap dunianya.
Pengetahuan merupakan hasil proses dari usaha manusia untuk tahu. Berbedanya cara dalam mendapatkan pengetahuan tersebut serta tentang apa yang dikaji oleh pengetahuan tersebut membedakan antara jenis pengetahuan yang satu dengan yang lainnya. Pengetahuan dikembangkan manusia disebabkan dua hal utama yakni, pertama, manusia mempunyai bahasa yang mampu mengkomunikasikan informasi dan jalan pikiran yang melatarbelakangi informasi tersebut. Kedua adalah kemampuan berpikir menurut suatu alur kerangka berpikir tertentu. Secara garis besar cara berpikir seperti ini disebut penalaran. Filsafat ilmu memberikan pendasaran logis terhadap metode keilmuan. Setiap metode ilmiah yang dikembangkan harus dapat dipertanggungjawabkan secara logis-rasional, agar dapat dipahami dan dipergunakan secara umum.

Filsafat ilmu adalah bagian dari filsafat yang menjawab beberapa pertanyaan mengenai hakikat ilmu. Bidang ini mempelajari dasar-dasar filsafat, asumsi dan implikasi dari ilmu, yang termasuk di dalamnya antara lain ilmu alam dan ilmu sosial. Di sini, filsafat ilmu sangat berkaitan erat dengan epistemologi dan ontologi. Filsafat ilmu berusaha untuk dapat menjelaskan masalah-masalah seperti: apa dan bagaimana suatu konsep dan pernyataan dapat disebut sebagai ilmiah, bagaimana konsep tersebut dilahirkan, bagaimana ilmu dapat menjelaskan, memperkirakan serta memanfaatkan alam melalui teknologi, cara menentukan validitas dari sebuah informasi, formulasi dan penggunaan metode ilmiah; macam-macam penalaran yang dapat digunakan untuk mendapatkan kesimpulan; serta implikasi metode dan model ilmiah terhadap masyarakat dan terhadap ilmu pengetahuan itu sendiri.[1]
Sesungguhnya objek material logika adalah manusia itu sendiri, sedangkan objek formalnya ialah kegiatan akal budi untuk melakukan penalaran yang lurus, tepat, dan teratur yang terlihat lewat ungkapan pikirannya yang diwujudkan dalam bahasa. Objek Material filsafat ilmu adalah pengetahuan itu sendiri, yaitu pengetahuan yang telah disusun secara sistematis dengan metode ilmiah tertentu, sehingga dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya secara umum. Dalam gejala ini jelas ada tiga hal menonjol, yaitu manusia, dunia, dan akhirat. Maka ada filsafat tentang manusia (antropologi), filsafat tentang alam (kosmologi), dan filsafat tentang akhirat (teologi – filsafat ketuhanan dalam konteks hidup beriman dapat dengan mudah diganti dengan kata Tuhan). Antropologi, kosmologi dan teologi, sekalipun kelihatan terpisah, saling berkaitan juga, sebab pembicaraan tentang yang satu pastilah tidak dapat dilepaskan dari yang lain.

PEMBAHASAN
A.     Filsafat Ilmu
Filsafat ilmu merupakan bagian dari epistemologi (filsafat pengetahuan) yang secara spesifik mengkaji hakikat ilmu (pengetahuan ilmiah). Ilmu merupakan cabang pengetahuan yang mempunyai ciri-ciri tertentu. Filsafat ilmu merupakan telaah secara filsafat yang ingin menjawab beberapa pertanyaan mengenai hakikat ilmu seperti, objek apa yang ditelaah ilmu? Bagaimana ujud yang hakiki objek tersebut? Bagaimana hubungan antara objek dengan daya tangkap manusia (seperti berpikir, merasa dan mengidera) yang membuahkan pengetahuan? [2]
Filsafat termasuk ilmu pengetahuan yang paling luas cakupannya, karena itu titik tolak untuk memahami dan mengerti filsafat adalah meninjau dari segi etimologis dan terminologis. Tinjauan secara etimologi dan terminologi adalah membahas pengertian secara bahasa dan istilah atau kata dari segi asal usul dan pendapat dari kata itu. Oleh karena itu pengertian filsafat ilmu dapat ditinjau dari dua segi yakni secara etimologi dan terminologi. Akan tetapi sebelum membahas masalah pengertian filsafat ilmu akan lebih baiknya kita mengetahui apa itu pengertian dari filsafat dan ilmu.
1.      Pengertian Filsafat
Filsafat secara etimologis berasal dari bahasa Yunani Philosophia, Philos artinya suka, cinta atau kecenderungan pada sesuatu, sedangkan Sophia artinya kebijaksanaan. Dengan demikian secara sederhana filsafat dapat diartikan cinta atau kecenderungan pada kebijaksanaan. Kata filsafat pertama kali digunakan oleh Pyhthagoras.[3]
Istilah filsafat dalam bahasa Indonesia memiliki pada kata falsafah dari bahasa Arab, philosopy dari bahasa Inggris, philosophia dari bahasa Latin dan philosophie dari bahasa Jerman, Belanda dan Perancis. Semua istilah itu bersumber pada istilah Yunani philosophia, yaitu philein berarti mencintai, sedangkan philos berarti teman. Selanjutnya, istilah sophos berarti bijaksana, sedangkan sophia berarti kebijaksanaan.[4]
Secara terminologi pengertian filsafat menurut para filsuf sangat beragam, Al-Farabi[5] mengartikan filsafat adalah ilmu yang menyelidiki hakikat yang sebenarnya dari segala yang ada اَÙ„ْعِلمُ بِالْÙ…َÙˆْجُÙˆْدَات بِÙ…َØ­ِÙŠَ اَÙ„ْÙ…َÙˆْجُÙˆْدَات (ilmu itu ada, dengan kehidupan yang ada). Ibnu Rusyd mengartikan filsafat sebagai ilmu yang perlu dikaji oleh manusia karena dia dikaruniai akal. Francis Bacon[6] filsafat merupakan induk agung dari ilmu-ilmu, dan filsafat menangani semua pengetahuan sebagai bidangnya. Immanuel Kant[7] filsafat sebagai ilmu yang menjadi pokok pangkal dari segala pengetahuan yang di dalamnya mencakup masalah epistimologi yang menjawab persoalan apa yang dapat kita ketahui. Aristoteles[8] mengartikan filsafat sebagai ilmu yang meliputi kebenaran yang terkandung di dalamnya ilmu-ilmu metafisika, logika, retorika, etika, ekonomi, politik, dan estetika. Adapun Rene Descartes[9] mengartikan filsafat sebagai kumpulan segala pengetahuan, di mana Tuhan, alam dan manusia menjadi pokok penyelidikan.[10]
Robert Ackermann Filsafat ilmu dalam suatu segi adalah sebuah tinjauan kritis tentang pendapat-pendapat ilmiah dewasa ini dengan perbandingn terhadap pendapat-pendapat lampau yang telah dibuktikan atau dalam kerangka ukuran-ukuran yang dikembangkan dari pendapat-pendapat demikian itu, tetapi filsafat ilmu demikian bukan suatu cabang yang bebas dari praktek ilmiah senyatanya.
Jadi dapat disimpulkan bahwa pengertian filsafat adalah ilmu pengetahuan yang menelaah segala sesuatu yang ada secara mendasar dan mendalam dengan mempergunakan akal sampai pada hakikatnya. Filsafat bukannya mempersoalkan gejala-gejala atau fenomena, akan tetapi mencari hakikat dari fenomena tersebut dengan kata lain filsafat adalah pangkal dari segala ilmu yang ada dalam pemikiran manusia.
2.      Pengertian Ilmu
Ilmu berasal dari bahasa Arab yaitu ‘alima, ya’lamu, ilman dengan wazan fa’ila, yaf’alu, fa’lan yang berarti mengerti, memahami benar-benar. Dalam bahasa Inggris ilmu disebut science, dari bahasa latin scientia-scire (mengetahui), dan dalam bahasa Yunani adalah episteme.
Ilmu, sains, atau ilmu pengetahuan adalah seluruh usaha sadar untuk menyelidiki, menemukan, dan meningkatkan pemahaman manusia dari berbagai segi kenyataan dalam alam manusia. Segi-segi ini dibatasi agar dihasilkan rumusan-rumusan yang pasti. Ilmu memberikan kepastian dengan membatasi lingkup pandangannya, dan kepastian ilmu-ilmu diperoleh dari keterbatasannya.
Ilmu bukan sekadar pengetahuan (knowledge), tetapi merangkum sekumpulan pengetahuan berdasarkan teori-teori yang disepakati dan dapat secara sistematik diuji dengan seperangkat metode yang diakui dalam bidang ilmu tertentu. Dipandang dari sudut filsafat, ilmu terbentuk karena manusia berusaha berfikir lebih jauh mengenai pengetahuan yang dimilikinya. Ilmu pengetahuan adalah produk dari epistemologi.[11]
Ilmu merupakan salah satu dari buah pemikiran manusia dalam menjawab pertanyaan-pertanyaan ini. Ilmu merupakan salah satu dari pengetahuan manusia. Untuk bisa menghargai ilmu sebagaimana mestinya sesungguhnya kita harus mengerti apakah hakekat ilmu itu sebenarnya. Seperti kata pribahasa Prancis “mengerti berarti memaafkan segalanya”. Tujuan utama kegiatan keilmuan adalam mencari pengetahuan yang bersifat umum dalam bentuk teori, hukum, kaidah, asas dan sebagainya.[12]
Adapun beberapa definisi ilmu menurut para ahli di antaranya adalah:
a.       Ralph Ross dan Ernest Van Den Haag, mendefinisikan ilmu adalah yang empiris, rasional, umum dan sistematik.
b.       Ashley Montagu, Guru Besar Antropolog di Rutgers University menyimpulkan bahwa ilmu adalah pengetahuan yang disusun dalam satu sistem yang berasal dari pengamatan, studi dan percobaan untuk menentukan hakikat prinsip tentang hal yang sedang dikaji.
c.       Afanasyef, seorang pemikir marxist bangsa Rusia mendefinisikan ilmu sebagai pengetahuan manusia tentang alam, masyarakat dan pikiran.
Dari beberapa pendapat tentang ilmu menurut para ahli tersebut, dapat disimpulkan bahwa ilmu adalah sebagian pengetahuan yang mempunyai ciri, tanda, syarat tertentu yaitu sistematik, rasional, empiris, universal, objektif, dapat diukur, terbuka dan kumulatif.
3.      Pengertian Filsafat Ilmu
Filsafat ilmu ialah penyelidikan tentang ciri-ciri pengetahuan ilmiah dan cara-cara untuk memperolehnya. Dengan kata lain, filsafat ilmu sesungguhnya merupakan suatu penyelidikan lanjutan. Karena, apabila para penyelenggara melakukan menyelidikan terhadap objek-objek serta masalah-masalah yang berjenis khusus dari masing-masing ilmu itu sendiri, maka orangpun dapat melakukan penyelidikan lanjutan terhadap kegiatan-kegiatan ilmiah tersebut. Dengan mengalihkan perhatian dari objek-objek yang sebenarnya dari penyelidikan ilmiah kepada proses penyelidikannya sendiri, maka muncullah suatu matra baru.[13]
Filsafat ilmu dapat dibedakan menjadi dua yaitu filsafat ilmu dalam arti luas dan sempit, filsafat ilmu dalam arti luas yaitu menampung permasalahan yang menyangkut hubungan luar dari kegiatan ilmiah, sedangkan dalam arti sempit yaitu menampung permasalahan yang bersangkutan dengan hubungan dalam yang terdapat di dalam ilmu. Banyak pendapat yang memiliki makna serta penekanan yang berbeda tentang filsafat ilmu. Menurut Prof. Dr. Conny R. Semiawan, dkk mengartikan filsafat ilmu dalam empat titik pandang yaitu mengelaborasikan implikasi yang lebih luas dari ilmu, mengasimilasi filsafat ilmu dengan sosiologi, suatu sistem yang di dalamnya konsep dan teori tentang ilmu dianalisis dan diklasifikasi, dan suatu patokat tingkat kedua yang dapat dirumuskan antara doing science dan thinking tentang bagaimana ilmu harus dilakukan.
Adapun beberapa definisi ilmu menurut para ahli di antaranya adalah:[14]
1.       Robert Akermann, filsafat ilmu adalah sebuah tinjauan kritis tentang pendapat-pedapat ilmiah dewasa ini yang dibandingkan pendapat-pendapat terdahulu yang telah dibuktikan.
2.       Leswi White Beck, filsafat ilmu itu mempertanyakan dan menilai metode-metode pemikiran ilmiah, serta mencoba menetapkan nilai dan pentingnya usaha ilmiah sebagai suatu keseluruhan.
3.       Cornelius Benjamin, filsafat ilmu merupakan cabang pengetahuan filsafati yang menelaah sistematis mengenai sifat dasar ilmu, metode-metodenya, konsep-konsepnya serta letaknya dalam kerangka umum dari cabang intelektual.
4.       May Brodbeck, filsafat ilmu itu sebagai analisis yang netral secara etis dan filsafati, pelukisan dan penjelasan mengenai landasan-landasan ilmu.
5.       The Liang Gie mendefinisikan filsafat ilmu adalah segenap pemikiran reflektif terhadap persoalan mengenai segala hal yang menyangkut landasan ilmu maupun hubungan ilmu dengan segala segi dari kehidupan manusia.
Untuk mendapatkan gambaran singkat tentang pengertian filsafat ilmu dapat dirangkum menjadi tiga yaitu:
1.      Suatu telaah kritis terhadap metode yang digunakan oleh ilmu tertentu,
2.      Upaya untuk mencari kejelasan mengenai dasar-dasar konsep mengenai ilmu dan upaya untuk membuka tabir dasar-dasar keempirisan, kerasionalan, dan kepragmatisan, dan
3.      Studi gabungan yang terdiri atas beberapa studi yang beraneka macam yang ditunjukkan untuk menetapkan batas yang tegas mengenai ilmu tertentu.
B.     Persamaan dan Perbedaan Filsafat dan Ilmu
Persamaan filsafat dan ilmu adalah sebagai berikut :
1.       Keduanya mencari rumusan yang sebaik-baiknya menyelidiki objek selengkap-lengkapnya sampai ke akar-akarnya.
2.       Keduanya memberikan pengertian mengenai hubungan yang ada antara kejadian-kejadian yang kita alami dan mencoba menunjukkan sebab-sebabnya.
3.       Keduanya hendak memberikan sintesis, yaitu suatu pandangan yang bergandengan.
4.       Keduanya mempunyai metode dan sistem.
5.       Keduanya hendak memberikan penjelasan tentang kenyataan keseluruhan timbul dari hasrat manusia, akan pengetahuan yang lebih mendasar.
Adapun perbedaan filsafat dan ilmu adalah sebagai berikut :
1.       Objek material filsafat bersifat universal, sedangkan objek material ilmu bersifat khusus dan empiris.
2.       Objek formal filsafat bersifat nonfragmentaris, sedangkan objek formal ilmu bersifat fragmentaris, spesifik, dan intensif.
3.       Filsafat dilaksanakan dalam suatu suasana pengetahuan yang menonjolkan daya spekulasi, kritis, dan pengawasan, sedangkan ilmu haruslah diadakan riset lewat pendekatan trial and error.
4.       Filsafat memuat pertanyaan lebih jauh dan lebih mendalam berdasarkan pada pengalaman realitas sehari-hari, sedangkan ilmu bersifat diskursif yaitu menguraikan secara logis yang dimulai dari tidak tahu menjadi tahu.
5.       Filsafat memberikan penjelasan yang terakhir, mutlak, dan mendalam sampai mendasar, sedangkan ilmu menunjukkan sebab-sebab yang tidak begitu mendalam, lebih dekat dan sekunder.
C.      Tujuan Filsafat Ilmu
Di tengah perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang ditandai semakin menajamnya spesialisasi ilmu maka filsafat ilmu sangat diperlukan. Sebab dengan mempelajari filsafat ilmu, kita akan menyadari keterbatasan diri dan tidak terperangkap ke dalam sikap oragansi intelektual. Hal yang lebih diperlukan adalah sikap keterbukaan kita, sehingga mereka dapat saling menyapa dan mengarahkan seluruh potensi keilmuan yang dimilikinya untuk kepentingan bersama.
Fisafat ilmu sebagai cabang khusus yang membicarakan sejarah perkembangan ilmu bertujuan: Pertama, filsafat ilmu sebagai sarana pengujian penalaran ilmiah, sehingga orang menjadi kritis terhadap kegiatan ilmiah. Kedua, filsafat ilmu merupakan usaha merefleksi, menguji, mengkritik asumsi dan medote keilmuan. Ketiga, filsafat ilmu memberikan pendasaran logis terhadap metode keilmuan, setiap metode ilmiah yang dikembangkan harus dapat dipertanggungjawabkkan secara logis dan rasional agar dapat dipahami dan digunakan secara umum.[15]
Berdasarkan tujuan filsafat ilmu yang dikemukan oleh Rizal Mustansyir dan Misnal Munir, maka dapat dikembangkan bahwa tujuan filsafat ilmu mengkaji dan mencari fakta-fakta terhadap pemikiran secara ilmiah dan rasional.
D.     Peranan Filsafat dalam Ilmu Pengetahuan
Semakin banyak manusia tahu, semakin banyak pula pertanyaan yang timbul dalam dirinya. Manusia ingin tahu tentang asal dan tujuan hidup, tentang dirinya sendiri, tentang nasibnya, tentang kebebasannya, dan berbagai hal lainnya. Sikap seperi ini pada dasarnya sudah menghasilkan pengetahuan yang sangat luas, yang secara metodis dan sistematis dapat dibagi atas banyak jenis ilmu.
Ilmu-ilmu pengetahuan pada umumnya membantu manusia dalam mengorientasikan diri dalam dunia dan memecahkan berbagai persoalan hidup. Berbeda dari binatang, manusia tidak dapat membiarkan insting mengatur perilakunya. Untuk mengatasi masalah-masalah, manusia membutuhkan kesadaran dalam memahami lingkungannya. Di sinilah ilmu-ilmu membantu manusia mensistematisasikan apa yang diketahui manusia dan mengorganisasikan proses pencariannya.
Pada abad modern ini, ilmu-ilmu pengetahuan telah merasuki setiap sudut kehidupan manusia. Hal ini tidak dapat dipungkiri karena ilmu-ilmu pengetahuan banyak membantu manusia mengatasi berbagai masalah kehidupan. Prasetya T. W. dalam artikelnya yang berjudul “Anarkisme dalam Ilmu Pengetahuan Paul Karl Feyerabend” mengungkapkan bahwa ada dua alasan mengapa ilmu pengetahuan menjadi begitu unggul. Pertama, karena ilmu pengetahuan mempunyai metode yang benar untuk mencapai hasil-hasilnya. Kedua, karena ada hasil-hasil yang dapat diajukan sebagai bukti keunggulan ilmu pengetahuan. Dua alasan yang diungkapkan Prasetya tersebut, dengan jelas menunjukkan bahwa ilmu pengetahuan memainkan peranan yang cukup penting dalam kehidupan umat manusia.
Akan tetapi, ada pula tokoh yang justru anti terhadap ilmu pengetahuan. Salah satu tokoh yang cukup terkenal dalam hal ini adalah Paul Karl Feyerabend. Sikap anti ilmu pengetahuannya ini, tidak berarti anti terhadap ilmu pengetahuan itu sendiri, tetapi anti terhadap kekuasaan ilmu pengetahuan yang kerap kali melampaui maksud utamanya. Feyerabend menegaskan bahwa ilmu-ilmu pengetahuan tidak menggunguli bidang-bidang dan bentuk-bentuk pengetahuan lain. Menurutnya, ilmu-ilmu pengetahuan menjadi lebih unggul karena propaganda dari para ilmuan dan adanya tolak ukur institusional yang diberi wewenang untuk memutuskannya.
Sekalipun ada berbagai kontradiksi tentang keunggulan ilmu pengetahuan, tidak dapat disangkal bahwa ilmu pengetahuan sesungguhnya memberikan pengaruh yang besar dalam kehidupan masyarakat. Hal ini tidak terlepas dari peranan ilmu pengetahuan dalam membantu manusia mengatasi masalah-masalah hidupnya, walaupun kadang-kadang ilmu pengetahuan dapat pula menciptakan masalah-masalah baru.
Meskipun demikian, pada kenyataannya peranan ilmu pengetahuan dalam membantu manusia mengatasi masalah kehidupannya sesungguhnya terbatas. Seperti yang telah diungkapkan pada bagian pendahuluan, keterbatasan itu terletak pada cara kerja ilmu-ilmu pengetahuan yang hanya membatasi diri pada tujuan atau bidang tertentu. Karena pembatasan itu, ilmu pengetahuan tidak dapat menjawab pertanyaan-pertanyaan tentang keseluruhan manusia. Untuk mengatasi masalah ini, ilmu-ilmu pengetahuan membutuhkan filsafat. Dalam hal inilah filsafat menjadi hal yang penting.
C. Verhaak dan R. Haryono Imam dalam bukunya yang berjudul Filsafat Ilmu Pengetahuan: Telaah Atas Cara Kerja Ilmu-ilmu, menjelaskan dua penilaian filsafat atas kebenaran ilmu-ilmu. Pertama, filsafat ikut menilai apa yang dianggap “tepat” dan “benar” dalam ilmu-ilmu. Apa yang dianggap tepat dalam ilmu-ilmu berpulang pada ilmu-ilmu itu sendiri. Dalam hal ini filsafat tidak ikut campur dalam bidang-bidang ilmu itu. Akan tetapi, mengenai apa kiranya kebenaran itu, ilmu-ilmu pengetahuan tidak dapat menjawabnya karena masalah ini tidak termasuk bidang ilmu mereka. Hal-hal yang berhubungan dengan ada tidaknya kebenaran dan tentang apa itu kebenaran dibahas dan dijelaskan oleh filsafat. Kedua, filsafat memberi penilaian tentang sumbangan ilmu-ilmu pada perkembangan pengetahuan manusia guna mencapai kebenaran.
Dari dua penilaian filsafat atas kebenaran ilmu-ilmu di atas, dapat dillihat bahwa ilmu-ilmu pengetahuan (ilmu-ilmu pasti) tidak langsung berkecimpung dalam usaha manusia menuju kebenaran. Usaha ilmu-ilmu itu lebih merupakan suatu sumbangan agar pengetahuan itu sendiri semakin mendekati kebenaran. Filsafatlah yang secara langsung berperan dalam usaha manusia untuk mencari kebenaran. Di dalam filsafat, berbagai pertanyaan yang berhubungan dengan kebenaran dikumpulkan dan diolah demi menemukan jawaban yang memadai.
Franz Magnis Suseno mengungkapkan dua arah filsafat dalam usaha mencari jawaban dari berbagai pertanyaan sebagai berikut: pertama, filsafat harus mengkritik jawaban-jawaban yang tidak memadai. Kedua, filsafat harus ikut mencari jawaban yang benar. Kritikan dan jawaban yang diberikan filsafat sesungguhnya berbeda dari jawaban-jawaban lain pada umumnya. Kritikan dan jawaban itu harus dapat dipertanggungjawabkan secara rasional.
  Pertanggungjawaban rasional pada hakikatnya berarti bahwa setiap langkah harus terbuka terhadap segala pertanyaan dan sangkalan, serta harus dipertahankan secara argumentatif dengan argumen-argumen yang objektif. Hal ini berarti bahwa kalau ada yang mempertanyakan atau menyangkal klaim kebenaran suatu pemikiran, pertanyaan dan sangkalan itu dapat dijawab dengan argumentasi atau alasan-alasan yang masuk akal dan dapat dimengerti.
Dari berbagai penjelasan di atas, tampak jelas bahwa filsafat selalu mengarah pada pencarian akan kebenaran. Pencarian itu dapat dilakukan dengan menilai ilmu-ilmu pengetahuan yang ada secara kritis sambil berusaha menemukan jawaban yang benar. Tentu saja penilaian itu harus dilakukan dengan langkah-langkah yang teliti dan dapat dipertanggungjawabkan secara rasional. Penilaian dan jawaban yang diberikan filsafat sendiri, senantiasa harus terbuka terhadap berbagai kritikan dan masukan sebagai bahan evaluasi demi mencapai kebenaran yang dicari.
Inilah yang menunjukkan kekhasan filsafat di hadapan berbagai ilmu pengetahuan yang ada. Filsafat selalu terbuka untuk berdialog dan bekerjasama dengan berbagai ilmu pengetahuan dalam rangka pencarian akan kebenaran. Baik ilmu pengetahuan maupun filsafat, bila diarahkan secara tepat dapat sangat membantu kehidupan manusia.
Membangun ilmu pengetahuan diperlukan konsistensi yang terus berpegang pada paradigma yang membentuknya. Kearifan memperbaiki paradigma ilmu pengetahuan nampaknya sangat diperlukan agar ilmu pengetahuan seiring dengan tantangan zaman, karena ilmu pengetahuan tidak hidup dengan dirinya sendiri, tetapi harus mempunyai manfaat kepada kehidupan dunia
Hampir semua kemampuan pemikiran (thought) manusia didominasi oleh pendekatan filsafat. Pengetahuan manusia yang dihasilkan melalui proses berpikir selalu digunakannya untuk menyingkap tabir ketidaktahuan dan mencari solusi masalah kehidupan.antara ilmu Pengetahuan dan ilmu Filsafat ada persamaan dan perbedaannya.Ilmu Pengetahuan bersifat Posterior kesimpulannya ditarik setelah melakukan pengujian-pengujian secara berulang-ulang sedangkan Filsafat bersifat priori kesimpulannya ditarik tanpa pengujian,sebab Filsafat tidak mengharuskan adanya data empiris seperti yang dimiliki ilmu karena Filsafat bersifat Spekulatif.Disamping adanya perbedaan antara ilmu dengan filsafat ada sejumlah persamaan yaitu sama-sama mencari kebenaran.Ilmu memiliki tugas melukiskan filsafat bertugas untuk menafsirkan kesemestaan aktivitas ilmu digerakkan oleh pertanyaan bagaimana menjawab pelukisan fakta sedangkan filsafat menjawab atas pertanyaan lanjutan bagaimana sesungguhnya fakat itu darimana awalnya dan akan kemana akhirnya
E.      Ruang Lingkup Filsafat Ilmu
Bidang garapan filsafat ilmu terutama diarahkan pada komponen‑komponen yang menjadi tiang penyangga bagi eksistensi ilmu, tiang penyangga itu ada tiga macam yaitu ontologi, epistemologi, dan aksiologi.
1.       Ontologi
Kata ontologi berasal dari bahasa Yunani yaitu On berarti being, dan Logos berarti logic. Jadi ontologi adalah the theory of being qua being (teori tentang keberadaan sebagai keberadaan). Sedangkan menurut Amsal Bakhtiar, ontologi berasal dari kata ontos yang berarti sesuatu yang berwujud. Ontologi adalah teori atau ilmu tentang wujud, tentang hakikat yang ada. Ontologi tidak banyak berdasarkan pada alam nyata tetapi berdasarkan pada logika semata.
Noeng Muhadjir mengatakan bahwa ontologi membahas tentang yang ada, yang tidak terkait oleh satu perwujudan tertentu. Sedangkan jujun mengatakan bahwa ontologi membahas apa yang kita ketahui, seberapa jauh kita ingin tahu atau dengan kata lain suatu pengkajian mengenai teori tentang yang ada. Sidi Gazalba mengatakan bahwa ontologi mempersoalkan sifat dan keadaan terakhir dari kenyataan. Karena itu ontologi disebut ilmu hakikat, hakikat yang bergantung pada pengetahuan. Dalam agama ontologi memikirkan tentang tuhan.
Jadi dapat disimpulakan bahwa ontologi adalah ilmu yang membahas tentang hakikat yang ada yang merupakan kebenaran dan kenyataan baik yang berbentuk jasmani atau konkret maupun rohani atau abstrak.
Ontologi pertama kali diperkenalkan oleh Rudolf Goclenius pada tahun 1636 M. untuk menamai teori tentang hakikat yang ada yang bersifat metafisis. Dalam perkembangannya Christian Wolff (1679-1754 M) membagi metafisika menjadi dua, yaitu metafisika umum dan metafisika khusus. Metafisika umum dimaksud sebagai istilah lain dari ontologi. Dengan demikian, metafisika umum adalah cabang filsafat yang membicarakann prinsip yang paling dasar atau dalam dari segala sesuatu yang ada. Sedangkan metafisika khusus dibagi menjadi tiga yaitu kosmologi (membicarakan tentang alam semesta), psikologi (membicarakan tentang jiwa manusia), dan teologi (membicarakan tentang Tuhan).
2.       Epistemologi
Epistemologi atau teori pengetahuan ialah cabang filsafat yang berurusan dengan hakikat dan lingkup pengetahuan, pengendalian-pengendalian, dan dasar-dasarnya serta pengertian mengenai pengetahuan yang dimiliki, mula-mula manusia percaya bahwa dengan kekuatan pengenalanya ia dapat mencapai realitas sebagaimana adanya. Mereka mengandalikan begitu saja bahwa pengetahuan mengenai kodrat itu mungkin, meskipun beberapa di antara mereka menyarankan bahwa pengetahuan mengenai struktur kenyataan dapat lebih dimunculkan dari sumber-sumber tertentu ketimbang sumber-sumber lainya. Pengertian yang diperoleh oleh manusia melalui akal, indra, dan lain-lain mempunyai metode tersendiri dalam teori pengetahuan, di antaranya adalah:
a)          Metode Induktif
Induktif yaitu suatu metode yang menyimpulkan pernyataan-pernyataan hasil observasi yang disimpulkan dalam suatu pernyataan yang lebih umum.
b)        Metode Deduktif
Deduktif ialah suatu metode yang menyimpulkan bahwa data-data empirik diolah lebih lanjut dalam suatu sistem pernyataan yang runtut.hal yang harus ada dalam metode deduktif adalah adanya perbandingan logis antara kesimpulan itu sendiri.penyelidikan bentuk logis itu bertujuan apakah teori tersebut mempunyai sifat empiris atau ilmiah.
c)        Metode Positivisme
Metode ini dikeluarkan oleh Agus Comte (1798-1857). Metode ini berpangkal dari apa yang telah diketahui, faktual dan positif. Ia menyampaikan segala uraian atau persoalan di luar yang ada sebagai fakta.apa yang diketahui secara positif adalah segala yang tampak dari segala gejala. Dengan demikian metode ini dalam bidang filsafat dan ilmu dibatasi kepada bidang gejala saja.
d)        Metode Kontemplatif
Metode ini mengatakan adanya keterbatasan indera dan akal manusia untuk memperoleh pengetahuan, sehingga objek yang dihasilkan pun berbeda-beda yang harusnya dikembangkan suatu kemampuan akal yang disebut intuisi
e)        Metode Dialektis
Dalam filsafat, dialektika mula-mula berarti metode tanya jawab untuk mencapai kejernihan filsafat. Metode ini diajarkan oleh Socrates. Namun Plato mengartikannya sebagai diskusi logika. Kini dialektika berarti tahapan logika yang mengajarkan kaidah-kaidah dan metode-metode penuturan, juga menganalisis sistematik tentang ide untuk mencapai apa yang terkandung dalam pandangan.
3.       Aksiologi
Aksiologi berasal dari bahasa Yunani yaitu axios yang berarti nilai dan logos yang berarti teori. Jadi aksiologi adalah “teori tentang nilai“. Menurut Bramel, aksiologi terbagi dalam tiga bagian yaitu moral conduct (tindakan moral), esthetic expression (ekspresi keindahan), dan sosio-political life (kehidupan sosial politik). Sedangkan menurut Jujun S. Suriansumantri dalam bukunya Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar mengartikan aksiologi sebagai teori nilai yang berkaitan dengan kegunaan dari pengetahuan yang diperoleh. Dalam Encyclopedia of Philosophy dijelaskan bahwa aksiologi disamakan dengan Value and Valuation. Ada tiga bentuk Value and Valuation yaitu nilai yang digunakan sebagai kata benda abstrak, nilai sebagai benda konkret, dan nilai digunakan sebagai kata kerja dalam ekspresi menilai, member nilai dan dinilai.
Dari definisi di atas terlihat jelas bahwa aksiologi menjelaskan tentang nilai. Nilai yang dimaksud disini adalah sesuatu yang dimiliki oleh manusia untuk melakukan berbagai pertimbangan tentang apa yang dinilai. Nilai dalam filsafat mengacu pada permasalahan etika dan estetika.
Makna “etika“ dipakai dalam dua bentuk arti yaitu suatu kumpulan pengetahuan mengenai penilaian terhadap perbuatan manusia, dan suatu predikat yang dipakai untuk membedakan hal, perbuatan manusia. Maka akan lebih tepat kalau dikatakan bahwa objek formal dari sebuah etika adalah norma kesusilaan manusia, dan dapat dikatakan pula bahwa etika mempelajari tingkah laku manusia ditinjau dari segi baik dan tidak baik dalam suatu kondisi. Sedangkan estetika berkaitan dengan nilai tentang pengalaman keindahan yang dimiliki oleh manusia terhadap lingkungan dan fenomena di sekelilingnya.
F.      Objek Filsafat Ilmu
Filsafat ilmu sebagaimana halnya dengan bidang-bidang ilmu lainnya juga memiliki dua macam objek yaitu objek material dan objek formal.
1.         Objek Material Filsafat ilmu
Objek Material filsafat ilmu yaitu suatu bahan yang menjadi tinjauan penelitian atau pembentukan pengetahuan atau hal yang di selidiki, di pandang atau di sorot oleh suatu disiplin ilmu yang mencakup apa saja baik hal-hal yang konkrit ataupun yang abstrak.
Menurut Dardiri bahwa objek material adalah segala sesuatu yang ada, baik yang ada dalam pikiran, ada dalam kenyataan maupun ada dalam kemungkinan. Segala sesuatu yang ada itu di bagi dua, yaitu :
a)     Ada yang bersifat umum, yakni ilmu yang menyelidiki tentang hal yang ada pada umumnya.
b)     Ada yang bersifat khusus yang terbagi dua yaitu ada secara mutlak dan tidak mutlak yang terdiri dari manusia dan alam.
2.         Objek Formal Filsafat Ilmu
Objek formal adalah sudut pandang dari mana sang subjek menelaah objek materialnya. Setiap ilmu pasti berbeda dalam objek formalnya. Objek formal filsafat ilmu adalah hakikat ilmu pengetahuan yang artinya filsafat ilmu lebih menaruh perhatiannya terhadap problem mendasar ilmu pengetahuan. Seperti apa hakikat ilmu pengetahuan, bagaimana cara memperoleh kebenaran ilmiah dan apa fungsi ilmu itu bagi manusia. Problem inilah yang di bicarakan dalam landasan pengembangan ilmu pengetahuan yakni landasan ontologis, epistemologis dan aksiologis.
G.     Perbedaan objek material dan objek formal filsafat ilmu
Objek material filsafat merupakan suatu bahan yang menjadi tinjauan penelitian atau pembentukan pengetahuan itu atau hal yang di selidiki, di pandang atau di sorot oleh suatu disiplin ilmu yang mencakup apa saja baik hal-hal yang konkrit ataupun yang abstrak.  Sedangkan Objek formal filsafat ilmu tidak terbatas pada apa yang mampu diindrawi saja, melainkan seluruh hakikat sesuatu baik yang nyata maupun yang abstrak.
Obyek material filsafat ilmu itu bersifat universal (umum), yaitu segala sesuatu yang ada (realita) sedangkan objek formal filsafat ilmu (pengetahuan ilmiah) itu bersifat khusus dan empiris. objek material mempelajari secara langsung pekerjaan akal dan mengevaluasi hasil-hasil dari objek formal ilmu itu dan mengujinya dengan realisasi praktis yang sebenarnya.  Sedangkan Obyek formal filsafat ilmu menyelidiki segala sesuatu itu guna mengerti sedalam dalamnya, atau mengerti obyek material itu secara hakiki, mengerti kodrat segala sesuatu itu secara mendalam (to know the nature of everything). Obyek formal inilah sudut pandangan yang membedakan watak filsafat dengan pengetahuan. Karena filsafat berusaha mengerti sesuatu sedalam dalamnya.
Obyek material Filsafat ilmu yaitu segala sesuatu yang ada dan mungkin ada, baik materi konkret, psisik, maupun yang material abstrak, psikis. Termasuk pula pengertian abstrak-logis, konsepsional, spiritual, nilai-nilai. Dengan demikian obyek filsafat tak terbatas, yakni segala sesuatu yang ada dan yang mungkin ada. Objek material filsafat adalah segala yang ada. Segala yang ada mencakup ada yang tampak dan ada yang tidak tampak. Objek material yang sama dapat dikaji oleh banyak ilmu lain. ada yang tampak adalah dunia empiris, sedangkan ada yang tidak tampak adalah alam metafisika. Sebagian filosof membagi objek material filsafat atas tiga bagian, yaitu yang ada dalam alam empiris, yang ada dalam pikiran dan yang ada dalam kemungkinan.

PENUTUP
Pembahasan mengenai pengetian filsafat ilmu, objek kajian dan ruang lingkup filsafat ilmu, maka penulis simpulkan sebagai berikut:
1.       Filsafat Ilmu adalah studi tentang seluruh fenomena kehidupan dan pemikiran manusia secara kritis dan dijabarkan dalam konsep mendasar. Filsafat sangat dibutuhkan dalam membuktikan suatu aksiden atau fenomena dan Subtansi karena dengan filsafat lah bisa terbukti sesuatu itu ada atau mungkin ada, karena dengan akal lah bisa membuktikan suatu substansi dan substansi itu terbentuknya dari filsafat. Filsafat ilmu sebagai sarana pengujian penalaran ilmiah, sehingga orang menjadi kritis terhadap kegiatan ilmiah.  Filsafat ilmu merupakan usaha merefleksi, menguji, mengkritik asumsi dan metode keilmuan. Sebab kecenderungan kita menerapkan suatu metode ilmiah tanpa memperhatikan struktur ilmu pengetahuan itu sendiri. Satu sikap yang diperlukan disini adalah menerapkan metode ilmiah yang sesuai dengan struktur ilmu pengetahuan bukan sebaliknya.
2.       Metode ilmiah berperan dalam tataran transformasi dari wujud pengetahuan menjadi ilmu pengetahuan. Bisa tidaknya pengetahuan menjadi ilmu pengetahuan  sangat bergantung pada metode ilmiah. Dengan demikian metode ilmiah selalu disokong oleh dua pilar pengetahuan, yaitu rasio dan fakta secara integratif.
3.       Peranan filsafat dalam ilmu pengetahuan adalah filsafat memberi penilaian tentang sumbangan ilmu-ilmu pada perkembangan pengetahuan manusia guna mencapai kebenaran tapi filsafat tidak ikut campur dalam ilmu-ilmu tersebut dimana filsafat selalu mengarah pada pencarian akan kebenaran. Pencarian itu dapat dilakukan dengan menilai ilmu-ilmu pengetahuan yang ada secara kritis sambil berusaha menemukan jawaban yang benar. Tentu saja penilaian itu harus dilakukan dengan langkah-langkah yang teliti dan dapat dipertanggungjawabkan secara rasional. Penilaian dan jawaban yang diberikan filsafat sendiri, senantiasa harus terbuka terhadap berbagai kritikan dan masukan sebagai bahan evaluasi demi mencapai kebenaran yang dicari.
4.       Bidang garapan filsafat ilmu terutama diarahkan pada komponen‑komponen yang menjadi tiang penyangga bagi eksistensi ilmu, tiang penyangga itu ada tiga macam yaitu ontologi, epistemologi, dan aksiologi.
5.       Objek material filsafat merupakan suatu bahan yang menjadi tinjauan penelitian atau pembentukan pengetahuan itu atau hal yang di selidiki, di pandang atau di sorot oleh suatu disiplin ilmu yang mencakup apa saja baik hal-hal yang konkrit ataupun yang abstrak.  Sedangkan Objek formal filsafat ilmu tidak terbatas pada apa yang mampu diindrawi saja, melainkan seluruh hakikat sesuatu baik yang nyata maupun yang abstrak.
6.       Objek formal adalah sudut pandang dari mana sang subjek menelaah objek materialnya. Setiap ilmu pasti berbeda dalam objek formalnya. Objek formal filsafat ilmu adalah hakikat ilmu pengetahuan yang artinya filsafat ilmu lebih menaruh perhatiannya terhadap problem mendasar ilmu pengetahuan
7.       Perbedaan objek material filsafat ilmu dan Objek formal filsafat ilmu adalah objek material merupakan suatu bahan yang menjadi tinjauan penelitian atau pembentukan pengetahuan itu atau hal yang di selidiki, di pandang atau di sorot oleh suatu disiplin ilmu yang mencakup apa saja baik hal-hal yang konkrit ataupun yang abstrak.  Sedangkan Objek formal filsafat ilmu tidak terbatas pada apa yang mampu diindrawi saja, melainkan seluruh hakikat sesuatu baik yang nyata maupun yang abstrak.

DAFTAR PUSTAKA
Salam, Burhanuddin. 2005. Pengantar Filsafat. Jakarta: Bumi Aksara
Surajiyo. 2008. Ilmu Filsafat Suatu Pengantar, Jakarta: Bumi Aksara
Vardiansyah, Dani. 2008. Filsafat Ilmu Komunikasi: Suatu Pengantar, Jakarta: Indeks
Jujun S. Suriasumantri, S, Jujun. 2005. Filsafat Ilmu; Sebuah Pengantar Populer. Jakarta: Sinar Harapan
______________, 2003. Ilmu dalam Perspektif; Sebuah Kumpulan dan karangan Tentang Hakekat Ilmu. Jakarta, Yayasan Obor Indonesia
Mustansyir, Rizal dan Munir, Misnal. 2010. Filsafat Ilmu. Yogyakarta, Pustaka Pelajar Offset
Achmadi, Asmoro. 2010. Filsafat Umum, Jakarta, Rajawali Pers
Muzairi. 2009.  Filsafat Umum. Yogyakarta: Teras
Peursen, Vav, C.A. 2008.  Filsafat Sebagai Seni untuk Bertanya. Dikutip dari buku Arief Sidharta. Apakah Filsafat dan Filsafat Ilmu Itu?, Bandung: Pustaka Sutra
Surajiyo. 2010. Filsafat Ilmu dan Perkembangannya di Indonesia. Jakarta: Bumi Aksara
Susanto, A. 2011. Filsafat Ilmu; Suatu Kajian dalam Demensi Ontologis, Epistemologis dan Aksiologi. Jakarta: Bumi Aksara
Suhartono, Suparlan. 2004. Dasar-dasar Filsafat. Yogyakarta: Ar-Ruzz.

Fotenote

[1] Dani Vardiansyah, Filsafat Ilmu Komunikasi: Suatu Pengantar, Jakarta: Indeks, 2008. hal. 20
[2] Jujun S. Suriasumantri,  Filsafat Ilmu; Sebuah Pengantar Populer. Jakarta, Sinar Harapan, 2005, hal. 33
[3] Rizal Mustansyir dan Misnal Munir, Filsafat Ilmu. Yogyakarta, Pustaka Pelajar Offset, 2010, hal. 2
[4] Muzairi, Filsafat Umum. Yogyakarta, 2009, hal. 6
[5] Al-Farabi (870-950), nama lengkap Abu Nasr Muhammad bin Muhammad bin Tarkhan. Sebutan “Al-Farabi” diambil dari nama kota di mana ia dilahirkan, yaitu kota Farab.
[6] Francis Bacon (1561-1626), anak Nicolas Bacon, lahir di London tahun 1561, putera pegawai eselon tinggi masa Ratu Elizabeth. Tatkala menginjak usia dua belas tahun dia masuk belajar di Trinity College di Cambridge, menjadi anggota parlemen umur 23 tahun
[7] Immanuel Kant Lahir pada tanggal 22 April 1724 di Konigsberg-Jerman, sebuah kota kecil di Prussia Timur, seorang filsuf besar yang pernah tampil dalam pentas pemikiran filosofis zaman Aufklarung Jerman menjelang akhir abad ke­18. Lahir pada tanggal 22 April 1724 di Konigsberg-Jerman, sebuah kota kecil di Prussia Timur. Anak keempat dari seorang pembuat pelana kuda Konigsberg yang setia dengan gerakan Pietisme.
[8] Aristoteles dilahirkan di kota Stagira, Macedonia, 384 SM. Ayahnya seorang ahli fisika. Pada umur 17 tahun Aristoteles pergi ke Athena belajar di Akademi Plato. Dia menetap di sana selama 20 tahun hingga tak lama Plato meninggal dunia. Aristoteles mendapat dorongan dari ayahnya belajar di bidang biologi dan “pengetahuan praktis”. Di bawah asuhan Plato dia menanamkan minat dalam hal spekulasi filosofis.
[9] Rene Descartes (1596-1650), filosof, ilmuwan, matematikus Perancis yang tersohor. Waktu mudanya dia sekolah Yesuit, College La Fleche.
[10] Asmoro Achmadi, Filsafat Umum, Jakarta, Rajawali Pers, 2010, hal 2-3
[11] C.A. Van Peursen: Filsafat Sebagai Seni untuk Bertanya. Dikutip dari buku Arief Sidharta. Apakah Filsafat dan Filsafat Ilmu Itu?, Bandung: Pustaka Sutra, 2008. Hal 7-11
[12] Jujun S. Suriasumantri,  Ilmu dalam Perspektif; Sebuah Kumpulan dan karangan Tentang Hakekat Ilmu. Jakarta, Yayasan Obor Indonesia, 2003, hal. 19
[13] Soejono Soemargono, Pengantar Filsafat Ilmu, Yogyakarta, Tiara Wacana Yogya, 2003, hal. 1
[14] Rizal Mustansyir dan Misnal Munir, Filsafat Ilmu. hal. 49
[15] Rizal Mustansyir dan Misnal Munir, Filsafat Ilmu. hal. 52

Comments

Post a Comment

Kajian Populer

Evaluasi Pendidikan; Input, Proses dan Output dalam Sistem Pendidikan

Sejarah Pendidikan Islam Pada Masa Nabi Muhammad SAW

Komponen-Komponen Kurikulum Pendidikan Agama Islam

Konsep Belajar dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Belajar

Dasar dan Sumber-Sumber Pendidikan Islam

Karakteristik Pendidikan Islam Seiring Perkembangan Waktu

Komponen dan Kriteria Memilih Sumber Belajar

Pemikiran Pendidikan Islam KH. Abdurrahman Wahid dan Nurcholis Majid