Konsep Belajar dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Belajar
Ditulis Oleh: *Abdul Katar
Mahasiswa Pasca Sarjana (S2) IAIN STS Jambi
PENDAHULUAN
Belajar adalah syarat mutlak untuk membuat orang pandai dalam semua hal, baik
dalam hal ilmu pengetahuan maupun dalam hal bidang keterampilan atau kecakapan
Seorang bayi misalnya, dia harus belajar berbagai kecakapan terutama sekali
kecakapan motorik seperti belajar menelungkup, duduk, merangkak, berdiri atau
berjalan. Dalam kehidupan
sehari-hari, kita melakukan banyak kegiatan yang sebenarnya merupakan “gejala
belajar” dalam arti mustahillah melakukan kegiatan itu kalau kita tidak belajar
terlebih dahulu. Misalnya,
kita mengenakan pakaian, menggunakan alat-alat makan, berkomunikasi satu sama lain dalam bahasa nasional, kita bertindak sopan, kita menghormati atasan, kita mengemudikan kendaraan bermotor, dan lain sebagainya. Gejala-gejala belajar semacam itu terlalu banyak untuk disebutkan satu-persatu, karena jumlahnya ribuan, namun mengisi kehidupan sehari-hari.
kita mengenakan pakaian, menggunakan alat-alat makan, berkomunikasi satu sama lain dalam bahasa nasional, kita bertindak sopan, kita menghormati atasan, kita mengemudikan kendaraan bermotor, dan lain sebagainya. Gejala-gejala belajar semacam itu terlalu banyak untuk disebutkan satu-persatu, karena jumlahnya ribuan, namun mengisi kehidupan sehari-hari.
Belajar merupakan kegiatan manusia untuk merubah
dirinya dari ketidak tahuan menjadi tahu, dari ke samaran menjadi jelas, dan
tentunya dalam proses pelaksanaan belajar tidak akan terlepas dari pengaruh-pengaruh yang datang sebagai stimulus yang dapat
merangsang cepat atau lambatnya bahkan berhasil atau tidaknya sebuah proses
belajar
Apa yang
menjadikan semua kegiatan itu suatu gejala belajar? Kemampuan untuk melakukan
itu semua diperoleh, mengingat mula-mula kemampuan itu belum ada. Maka,
terjadilah proses perubahan dari belum mampu ke arah sudah mampu, dan proses
perubahan itu terjadi selama jangka waktu tertentu. Adanya perubahan dalam pola
perilaku inilah yang menandakan telah terjadinya proses belajar.
PEMBAHASAN
A. Pengertian Belajar
Belajar adalah
kunci yang paling vital dalam setiap usaha pendidikan, sehingga tanpa belajar
sesungguhnya tak pernah ada pendidikan. Sebagai suatu proses, belajar hampir
selalu mendapat tempat yang luas dalam berbagai disiplin ilmu yang berkaitan
dengan upaya kependidikan, misalnya psikologi pendidikan dan psikologi belajar.
Karena demikian pentingnya arti belajar, maka bagian terbesar upaya riset dan
eksperimen psikologi belajarpun diarahkan pada tercapainya pemahaman yang lebih
luas dan mendalam mengenai proses perubahan manusia itu.
Pengertian belajar
menurut James Owhittaker adalah “Learning is the process by wich
behavior (in the broader sense originated of changer through practice or
training)”, artinya Belajar adalah proses dimana tingkah laku (dalam arti
luas ditimbulkan atau diubah melalui praktek atau latihan).[1]
Menurut Syai’ful Bahri Djamarah dalam
bukunya “Psikologi Belajar” pengertian belajar adalah serangkai kegiatan jiwa
raga untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku sebagai hasil pengalaman
individu dalam interaksi dengan lingkungannya yang menyangkut kognitif, afektif
dan psikomotorik.[2]
Di bawah ini
disampaikan tentang pengertian belajar dari para ahli :
1.
Moh. Surya “Belajar dapat diartikan sebagai suatu proses yang
dilakukan oleh individu untuk memperoleh perubahan perilaku baru secara
keseluruhan, sebagai hasil dari pengalaman individu itu sendiri dalam
berinteraksi dengan lingkungannya”.
2.
Bell-Gredler belajar adalah proses yang dilakukan oleh manusia
untuk mendapatkan aneka ragam competencies, skills, and attitude.
Kemampuan (competencies), keterampilan (skills), dan sikap (attitude)
tersebut diperoleh secara bertahap dan berkelanjutan mulai dari masa bayi
sampai masa tua melalui rangkaian proses belajar sepanjang hayat.
3.
Witherington: “Belajar merupakan perubahan dalam kepribadian yang
dimanifestasikan sebagai pola-pola respons yang baru berbentuk keterampilan,
sikap, kebiasaan, pengetahuan dan kecakapan”.
4.
Crow & Crow: “Belajar adalah diperolehnya kebiasaan-kebiasaan,
pengetahuan dan sikap baru”.
5.
Hilgard: “Belajar adalah proses dimana suatu perilaku muncul
perilaku muncul atau berubah karena adanya respons terhadap sesuatu situasi”
6.
Di Vesta dan Thompson: “Belajar adalah perubahan perilaku yang relatif
menetap sebagai hasil dari pengalaman”.
7.
Gage & Berliner: “Belajar adalah suatu proses perubahan perilaku yang
yang muncul karena pengalaman”
Belajar
dilakukan dengan sengaja atau tidak sengaja dengan guru atau tanpa guru, dengan
bantuan orang lain, atau tanpa dibantu dengan siapapun. Belajar juga diartikan
sebagai usaha untuk membentuk hubungan antara perangsang atau reaksi.
Berbagai
definisi (rumusan) tentang belajar telah dikemukakan oleh para ahli, yang
semuanya sepakat bahwa belajar itu bertujuan untuk mengadakan perubahan.
Jelasnya belajar dapat didefenisikan yaitu: Suatu usaha atau kegiatan yang
bertujuan untuk mengadakan perubahan di dalam diri seseorang, mencakup;
perubahan tingkah laku, sikap, kebiasaan, ilmu pengetahuan, keterampilan dan
sebagainya.[3]
Menurut para
pakar psikologi belajar bahwa pengalaman hidup sehari-hari dalam bentuk apa pun
sangat memungkinkan untuk diartikan sebagai belajar. Alasannya, sampai batas
tertentu pengalaman hidup juga berpengaruh besar terhadap pembentukan
kepribadian organisme yang bersangkutan.[4]
Setelah
mengetahui defenisi belajar seperti yang telah disebutkan di atas, maka berikut
ini akan dikemukakan salah satu contoh sebagai bentuk dari proses belajar. Seorang
anak balita (berusia di bawah 5 tahun) memperoleh mobil-mobilan dari ayahnya.
Lalu ia mencoba mainan ini dengan cara memutar kuncinya dan meletakkannya pada
suatu permukaan atau dataran. Perilaku “memutar” dan “meletakkan” tersebut
merupakan respons atau reaksi atas rangsangan yang timbul/ada pada mainan itu
(misalnya, kunci dan roda mobil-mobilan tersebut).
Pada permulaan,
respons anak terhadap stimulus yang ada pada mainan tadi biasanya tidak tepat
atau setidak-tidaknya tidak teratur. Namun, berkat latihan dan pengalaman
berulang-ulang, lambat laun ia menguasai dan akhirnya dapat memainkan
mobil-mobilan dengan baik dan sempurna. Sehubungan dengan contoh ini, belajar
dapat kita pahami sebagai proses yang dengan prose situ sebuah tingkah laku
ditimbulkan atau diperbaiki melalui serentetan reaksi atas situasi atau
rangsangan yang ada.[5]
Ciri-ciri
belajar adalah (1) Belajar harus memungkinkan terjadinya perubahan perilaku
pada diri individu. Perubahan tersebut tidak hanya pada aspek pengethauan atau
kognitif saja tetapi juga meliputi aspek sikap dan nilai (afektif) serta
keterampilan (psikomotor); (2) perubahan itu merupakan buah dari pengalaman.
Perubahan perilaku yang terjadi pada individu karena adanya interaksi antara
dirinya dengan lingkungan. interaksi ini dapat berupa interaksi fisik dan
psikis; (3) perubahan perilaku akibat belajar akan bersifat cukup
permanen.[6]
B. Pendekatan dan Objek dalam Psikologi Belajar
Proses belajar
dapat diketahui dengan dua pendekatan, yaitu :
1.
Mempelajari belajar langsung di lapangan yang
sebenarnya atau biasa disebut dengan naturalistic observation, yaitu
cara pendekatan yang langsung pada peristiwa yang terjadi secara alami.
2.
Pendekatan melalui laboratorium yaitu
mempelajari masalah belajar di laboratorium. Keadaan laboratorium pada umumnya
akan mereduksi keadaan sebenarnya.
Adapun yang
menjadi objek atau sasaran psikologi belajar ini adalah tertuju pada dua bagian
yang berbeda sebagaimana psikologi lainnya yang mempunyai dua objek yang tidak
sama, yaitu objek material dan objek formal.
Objek material
psikologi belajar adalah sasaran yang dipandang sebagai keseluruhan kajian
psikologi belajar dalam hal ini adalah manusia yang sedang belajar. Sedangkan
objek formalnya adalah bagian-bagian yang menjadi karakteristik psikologi
belajar yaitu si pelajar, materi pelajaran, dan proses pembelajaran.[7]
Ada beberapa aspek yang menentukan
keberhasilan guru dalam proses belajar mengajar, menurut Lukmanul Hakim “Tiga
aspek yang mempengaruhi keberhasilan guru dalam proses belajar mengajar yaitu:
kepribadian, pandangan terhadap anak didik dan latar belakang guru”.[8]
C.
Faktor yang Mempengaruhi
Belajar
1. Faktor Internal
Faktor internal
adalah faktor-faktor yang berasal dari dalam diri individu dan dapat
mempengaruhi hasil belajar individu. Faktor-faktor internal ini meliputi factor
fisiologis dan faktor psikologis.
a.
Faktor Fisiologis
Faktor-faktor fisiologis adalah faktor-faktor yang
berhubungan dengan kondisi fisik individu. Faktor-faktor ini dibedakan menjadi
dua macam.
1)
Keadaan jasmani. Keadaan jasmani pada umumnya
sangat mempengaruhi aktivitas belajar seseorang. Kondisi fisik yang sehat dan
bugar akan memberikan pengaruh positif terhadap kegiatan belajar individu.
Sebaliknya, kondisi fisik yang lemah atau sakit akan menghambat tercapainya
hasil belajar yang maksimal.
2)
Keadaan fungsi jasmani/fisiologis. Selama proses
belajar berlangsung, peran fungsi fisiologis pada tubuh manusia sangat
mempengaruhi hasil belajar, terutama panca indera. Panca indera yang berfungsi
dengan baik akan mempermudah aktivitas belajar dengan baik pula.
b.
Faktor Psikologis
Faktor-faktor
psikologis adalah keadaan psikologis seseorang yang dapat mempengaruhi proses
belajar. Beberapa faktor psikologis yang utama mempengaruhi proses belajar
adalah kecerdasan siswa, motivasi, minat, sikap, bakat, konsentersi, percaya
diri, kebiasaan dan cita-cita.
1)
Kecerdasan/intelegensi siswa
Tingkat kecerdasan siswa sangat menentukan tingkat
keberhasilan belajar siswa. Ini berarti, semakin tinggi kemampuan intelijensi
siswa maka semakin besar peluangnya untuk meraih sukses, sebaliknya, semakin
rendah kemampuan intelijensi siswa maka semakin kecil peluangnya untuk
memperoleh kesuksesan.
Setiap calon guru dan guru profesional sepantasnya
menyadari bahwa keluarbiasaan intelijensi siswa , baik yang positif seperti superior
maupun yang negatif seperti borderline, lajimnya menimbulkan kesuksesan
belajar siswa yang bersangkutan. Disatu sisi siswa yang sangat cerdas akan
merasa tidak mendapat perhatian yang memadai dari sekolah karena pelajaran yang
disajikan terlampau mudah baginya. Akibatny dia enjadi bosan dan frustasi
karena tuntutan kebutuhan keinginanya merasa dibendung secara tidak adil.
Disisi lain, siswa yang bodoh akan merasa payah mengikuti sajian pelajaran
karena terlalu sukar baginya. Karenanya siswa itu sangat tertekan, dan akhirnya
merasa bosan dan frustasi seperti yang dialami rekannya yang luar biasa
positif.[9]
Para ahli membagi tingkatan IQ bermacam-macam, salah
satunya adalah penggolongan tingkat IQ berdasarkan tes Stanford-Biner yang
telah direvisi oleh Terman dan Merill sebagai berikut:
-
Kelompok kecerdasan amat superior yaitu antara
IQ 140–169
-
Kelompok kecerdasan superior yaitu antara IQ 120–139
-
Kelompok rata-rata tinggi (high average) yaitu
antara IQ 110–119
-
Kelompok rata-rata (average) yaitu antara IQ 90–109
-
Kelompok rata-rata rendah (low average) yaitu
antara IQ 80–89
-
Kelompok batas lemah mental (borderline
defective) berada pada IQ 70–79
-
Kelompok kecerdasan lemah mental (mentally
defective) berada pada IQ 20–69, yang termasuk dalam kecerdasan tingkat ini
antara lain debil, imbisil, dan idiot.
2)
Motivasi
Motivasi adalah kondisi fisiologis dan psikologis yang
terdapat dala diri seseorang yang mendorong untuk melakukan aktivitas tertentu
guna mencapai suat tujuan (kebutuhan).[10]
Sedangkan motivasi dalam belajar menurut Clayton
Aldelfer adalah kecenderungan siswa dalam melakukan kegiatan belajar yang
didorong oleh hasrat untuk mencapai prestasi hasil belajar sebaik mungkin.[11]
Dari sudut sumbernya motivasi dibagi menjadi dua,
yaitu motivasi intrinsik dan motivasi ekstrinsik. Motivasi intrinsik adalah
semua faktor yang berasal dari dalam diri individu dan memberikan dorongan
untuk melakukan sesuatu. Seperti seorang siswa yang gemar membaca, maka ia
tidak perlu disuruh-suruh untuk membaca karena membaca tidak hanya menjadi
aktivitas kesenangannyatetapi sudah mejadi kebutuhannya. Dalam proses belajar,
motivasi intrinsik memiliki pengaruh yang efektif, karena motivasi intrinsik
relatif lebih lama dan tidak tergantung pada motivasi dari luar(ekstrinsik).
Menurut Arden N. Frandsen, yang termasuk dalam
motivasi intrinsik untuk belajar anatara lain adalah:
-
Dorongan ingin tahu dan ingin menyelisiki dunia
yang lebih luas
-
Adanya sifat positif dan kreatif yang ada pada
manusia dan keinginan untuk maju
-
Adanya keinginan untuk mencapai prestasi
sehingga mendapat dukungan dari orang-orang penting, misalkan orang tua,
saudara, guru, dan teman-teman.
-
Adanya kebutuhan untuk menguasai ilmu atau
pengetahuan yang berguna baginya.
Motivasi ekstrinsik adalah faktor yang datang dari
luar diri individu tetapi memberikan pengaruh terhadap kemauan untuk belajar.
Seperti pujian, peraturan, tata tertib, teladan guru, orangtua, danlain
sebagainya. Kurangnya respons dari lingkungansecara positif akan mempengaruhi
semangat belajar seseorang menjadi lemah.
3)
Ingatan
Secara teoritis, ada 3 aspek yang berkaitan dengan
berfungsinya ingatan, yakni: (1) Menerima kesan, (2) Menyimpan kesan, dan (3)
Memproduksi kesan
Mungkin karena fungsi-fungsi inilah, istilah “ingatan”
selalu didefinisikan sebagai kecakapan untuk menerima, menyimpan dan
mereproduksi kesan. Kecakapan merima kesan sangat sentral peranannya dalam
belajar. Melalui kecakapan inilah, subjek didik mampu mengingat hal-hal yang
dipelajarinya. Dalam konteks pembelajaran, kecakapan ini dapat dipengaruhi oleh
beberapa hal, di antaranya teknik pembelajaran yang digunakan pendidik. Teknik
pembelajaran yang disertai dengan alat peraga kesannya akan lebih dalam pada siwa.
Di samping itu, pengembangan teknik pembelajaran yang
mendayagunakan “titian ingatan” juga lebih mengesankan bagi siswa, terutama
untuk material pembelajaran berupa rumus-rumus atau urutan-urutan lambang
tertentu. Contoh kasus yang menarik adalah mengingat nama-nama kunci nada G
(gudeg), D (dan), A (ayam), B (bebek) dan sebagainya.
4)
Minat
Minat adalah kecenderungan yang tetap untuk
memperhatikan dan mengenang beberapa kegiatan. Kegiatan yang diminati
seseorang, diperhatikan terus menerus yang disertai rasa senang. Jadi berbeda
dengan perhatian, karena perhatian sifatnya sementara dan belum tentu diikuti
dengan rasa senang, sedangkan minat selalu diikuti dengan rasa senang dan dari
situlah diperoleh kepuasan.[12]
Secara sederhana, minat (interest) berarti kecenderungan
dan kegairahan yang tinggi atau keinginan yang besar terhadap sesuatu. Namun
lepas dari kepopulerannya, minat sama halnya dengan kecerdasan dan motivasi,
karena memberi pengaruh terhadap aktivitas belajar, ia akan tidak bersemangat
atau bahkan tidak mau belajar. Oleh karena itu, dalam konteks belajar di kelas,
seorang guru atau pendidik lainnya perlu membangkitkan minat siswa agar
tertarik terhadap materi pelajaran yang akan dihadapainya atau dipelajaranya.
Untuk membangkitkan minat belajar tersebut, banyak
cara yang bisa digunakan. Antara lain:
a)
Dengan membuat materi yang akan dipelajari
semenarik mungkin dan tidak membosankan, baik dari bentuk buku materi, desain
pembelajaran yang membebaskan siswa mengeksplore apa yang dipelajari,
melibatkan seluruh domain belajar siswa (kognitif, afektif, psikomotorik)
sehingga siswa menjadi aktif, maupun performansi guru yang menarik saat
mengajar.
b)
Pemilihan jurusan atau bidang studi. Dalam hal
ini, alangkah baiknya jika jurusan atau bidang studi dipilih sendiri oleh siswa
sesuai dengan minatnya.
5)
Sikap
Dalam proses belajar, sikap individu dapat
mempengaruhi keberhasilan proses belajarnya. Sikap adalah gejala internal yang
mendimensi afektif berupa kecenderungan untuk mereaksi atau merespons dangan
cara yang relatif tetap terhadap obyek, orang, peristiwa dan sebagainya, baik
secara positif maupun negatif.[13]
Sikap juga merupakan kemampuan memberikan penilaian
tentang sesuatu yang membawa diri sesuia dengan penilaian. Adanya penilaian
tentang sesuatu mengakibatkan terjadinya sikap menerima, menolak, atau
mengabaikan. Siswa memperoleh kesempatan belajar. Meskipun demikian, siswa
dapat menerima, menolak, atau mengabaikan kesempatan belajar tersebut.
6)
Bakat
Faktor psikologis lain yang mempengaruhi proses
belajar adalah bakat. Bakat atau aptitude merupakan kecakapan potensial yang
bersifat khusus, yaitu khusus dalam suatu bidang atau kemampuan tertentu.[14]
Apabila bakat seseorang sesuai dengan bidang yang
sedang dipelajarinya, maka bakat itu akan mendukung proses belajarnya sehingga
kemungkinan besar ia akan berhasil. Pada dasarnya setiap orang mempunyai bakat
atau potensi untuk mencapai prestasi belajar sesuai dengan kemampuannya
masing-masing.
Karena itu, bakat juga diartikan sebagai kemampuan
dasar individu untuk melakukan tugas tertentu tanpa tergantung upaya pendidikan
dan latihan. Individu yang telah mempunyai bakat tertentu, akan lebih mudah
menyerap informasi yang berhubungan dengan bakat yang mempelajari bahasa-bahasa
yang lain selain bahasanya sendiri. Karena belajar juga dipengaruhi oleh
potensi yang dimilki setiap individu, maka para pendidik, orangtua, dan guru
perlu memperhatikan dan memahami bakat yang dimilki oleh anaknya atau peserta
didiknya, anatara lain dengan mendukung, ikut mengembangkan, dan tidak memaksa
anak untuk memilih jurusan yang tidak sesuai dengan bakatnya.
7)
Konsentrasi Belajar
Konsentrasi belajar merupakan kemampuan memusatkan
perhatian pada pelajaran. Pemusatan perhatian tersebut tertuju pada isi bahan
belajar maupun proses memperolehnya. Untuk memperkuat perhatian pada pelajaran,
guru perlu menggunakan bermacam-macam strategi belajar-mengajar, dan
memperhitungkan waktu belajar serta selingan istirahat. Dalam pengajaran
klasikal, menurut Rooijakker, kekuatan perhatian selama tiga puluh menit telah
menurun. Ia menyarankan agar guru memberikan istirahat selingan beberapa menit.
8)
Rasa Percaya Diri
Rasa percaya diri timbul dari keinginan mewujudkan
diri bertindak dan berhasil. Dari segi perkembangan, rasa percaya diri dapat
timbul berkat adanya pengakuan dari lingkungan. Dalam proses belajar diketahui
bahwa unjuk prestasi merupakan tahap pembuktian “perwujudan diri” yang diakui
oleh guru dan teman- temannya. Semakin sering berhasil menyelesaikan tugas,
maka semakin besar pula memperoleh pengakuan dari umum dan selanjutnya rasa
percaya diri semakin kuat.
Hal yang sebaliknya pun dapat terjadi. Kegagalan yang
berulang kali dapat menimbulkan rasa tidak percaya diri. Bila rasa tidak
percaya diri sangat kuat, maka diduga siswa akan menjadi takut belajar. Rasa
takut belajar tersebut terjalin secara komplementer dengan rasa takut gagal
lagi. Maka, guru sebaiknya mendorong keberanian siswa secara terus-menerus,
memberikan bermacam-macam penguat dan memberikan pengakuan dan kepercayaan bagi
siswa.
9)
Kebiasaan Belajar
Dalam kegiatan sehari-hari ditemukan adanya kebiasaan
belajar yang kurang baik. Kebiasaan belajar tersebut antara lain:
1)
Belajar pada akhir semester
2)
Belajar tidak teratur
3)
Menyia-nyiakan kesempatan belajar
4)
Bersekolah hanya untuk bergengsi
5)
Dating terlambat bergaya seperti pemimpin
6)
Bergaya jantan seperti merokok, sok menggurui
teman lain,
7)
Bergaya minta “belas kasihan” tanpa belajar.
Kebiasaa-kebiasaan buruk tersebut dapat ditemukan di
sekolah yang ada di kota besar, kota kecil, pedesaan dan sekolah-sekolah lain.
Untuk sebagian orang, kebiasaan belajar tersebut disebabkan oleh ketidak
mengertian siswa pada arti belajar bagi diri sendiri. Hal seperti ini dapat
diperbaiki dengan pembinaan disiplin membelajarkan diri.
10)Cita-cita Siswa
Pada umumnya, setiap anak memiliki suatu cita-cita
dalam hidup. Cita-cita itu merupakan motivasi instrinsik. Tetapi, ada kalanya
“gambaran yang jelas” tentang tokoh teladan bagi siswa belum ada. Akibatnya,
siswa hanya berprilaku ikut-ikutan.
Cita-cita sebagai motivasi instrinsik perlu dididikan.
Penanaman memiliki cita-cita harus dimulai sejak sekolah dasar. Di sekolah
menengah didikan pemilikan dan pencapaian cita – cita sudah semakin terarah. Cita-cita merupakan
wujud eksplorasi dan emansipasi diri siswa. Penanaman pemilikan dan pencapaian
cita-cita sudah sebaiknya berpangkal dari kemampuan berprestasi, dimulai dari
hal yang sederhana ke yang semakin sulit.
Dengan mengaitkan pemilikan cita-cita dengan kemampuan
berprestasi, maka siswa diharapkan berani bereksplorasi sesuai dengan kemampuan
dirinya sendiri.
2. Faktor Eksternal
Selain
karakteristik siswa atau faktor-faktor endogen, faktor-faktor eksternal juga
dapat memengaruhi proses belajar siswa.dalam hal ini, faktor-faktor eksternal
yang memengaruhi balajar dapat digolongkan menjadi dua golongan, yaitu factor
lingkungan social dan faktor lingkungan nonsosial.
a. Lingkungan Sosial
Yang termasuk lingkungan sosial adalah pergaulan siswa
dengan orang lain disekitarnya, sikap dan perilaku orang disekitar siswa dan
sebagainya. Lingkungan sosial yang banyak mempengaruhi kegiatan belajar ialah
orangtua dan keluarga siswa itu sendiri. Sifat-sifat orangtua, peraktk
pengelolaan keluarga, ketegangan keluarga, semuanya dapat memberi dampak baik
ataupun buruk terhadap kegitan belajar dan hasil yang dicapai oleh siswa.
1)
Lingkungan sosial sekolah
Seperti guru,
administrasi, dan teman-teman sekelas dapat memengaruhi proses belajar seorang
siswa. Hubungan harmonis antra ketiganya dapat menjadi motivasi bagi siswa
untuk belajar lebih baikdisekolah. Perilaku yang simpatik dan dapat menjadi
teladan seorang guru atau administrasi dapat menjadi pendorong bagi siswa untuk
belajar.
2)
Lingkungan sosial masyarakat.
Kondisi
lingkungan masyarakat tempat tinggal siswa akan memengaruhi belajar siswa.
Lingkungan siswa yang kumuh, banyak pengangguran dan anak terlantar juga dapat
memengaruhi aktivitas belajarsiswa, paling tidak siswa kesulitan ketika
memerlukan teman belajar, diskusi, atau meminjam alat-alat belajar yang
kebetulan belum dimilkinya.
3)
Lingkungan sosial keluarga.
Lingkungan ini
sangat memengaruhi kegiatan belajar. Ketegangan keluarga, sifat-sifat orangtua,
demografi keluarga (letak rumah), pengelolaankeluarga, semuannya dapat memberi
dampak terhadap aktivitas belajar siswa. Hubungan anatara anggota keluarga,
orangtua, anak, kakak, atau adik yang harmonis akan membantu siswa melakukan
aktivitas belajar dengan baik.
b. Lingkungan non Sosial
Faktor-faktor
yang termasuk lingkungan nonsosial adalah:
1)
Lingkungan alamiah
Adalah
lingkungan tempat tinggal anak didik, hidup, dan berusaha didalamnya. Dalam hal
ini keadaan suhu dan kelembaban udara sangat berpengaruh dalam belajar anak
didik. Anak didik akan belajar lebih baik dalam keadaan udara yang segar. Dari
kenyataan tersebut, orang cenderung akan lebih nyaman belajar ketika pagi hari,
selain karena daya serap ketika itu tinggi. Begitu pula di lingkungan kelas.
Suhu dan udara harus diperhatikan. Agar hasil belajar memuaskan. Karena belajar
dalam keadaan suhu panas, tidak akan maksimal.[15]
2)
Faktor instrumental
Yaitu perangkat
belajar yang dapat digolongkan dua macam. Pertama, hardware, seperti gedung
sekolah, alat-alat belajar, fasilitas belajar, lapangan olah raga dan lain
sebagainya. Kedua, software, seperti kurikulum sekolah, peraturan-peraturan
sekolah, buku panduan, silabi dan lain sebagainya.
3)
Faktor materi pelajaran (yang diajarkan ke
siswa).
Factor ini
hendaknya disesuaikan dengan usia perkembangan siswa begitu juga dengan metode
mengajar guru, disesuaikan dengan kondisi perkembangan siswa. Karena itu, agar
guru dapat memberikan kontribusi yang postif terhadap aktivitas belajr siswa,
maka guru harus menguasai materi pelajaran dan berbagai metode mengajar yang
dapat diterapkan sesuai dengan konsdisi siswa.
D. Belajar dalam Konsep Pendidikan Islam
Belajar
merupakan proses dari perkembangan hidupa manusia. Dengan belajar, manusia
melakukan perubahan-perubahan kualitatif individu sehingga tingkah lakunya
berkembang. Semua aktivitas dan prestasi hidup manusia tidak lain adalah hasil
dari belajar. Kita pun hidup menurut hidup dan bekerja menurut apa yang telah
kita pelajari. Belajar itu bukan sekedar pengalaman. Belajar adalah suatu
proses, dan bukan suatu hasil. Karena itu belajar berlangsung secara aktif dan
integratif dengan menggunakan berbagai bentuk perbuatan untuk mencapai suatu
tujuan.[16]
Selanjutnya
dalam perspektif agama pun (dalam hal ini Islam), belajar merupakan kewajiban
bagi setiap muslim dalam rangka memperoleh ilmu pengetahuan sehingga derajad
kehidupannya meningkat. Hal ini dinyatakan dalam surah Al-Mujadalah ayat 11:
Artinya: niscaya Allah akan meningkatkan beberapa
derajad kepada orang-orang dan “berilmu”.
Ilmu dalam hal
ini tentu saja harus berupa pengetahuan yang relevan dengan tuntutan zaman dan
bermanfaat bagi kehidupan orang banyak.[17]
Agaknya tidak
ada satu pun agama, termasuk Islam, yang menjelaskan secara rinci dan
operasional mengenai proses belajar, proses kerja sistem memori (akal), dan
proses dikuasainya pengetahuan dan ketrampilan oleh manusia. Namun Islam, dalam
hal penekanannya terhadap signifikansi fungsi kognitif (akal) dan fungsi
sensori (indera-indera) sebagai alat-alat penting untuk belajar, sangat jelas.
Kata-kata kunci, seperti ya’qulun, yatafakkarun, yubshirun, yasma’un,
dan sebagainya yang terdapat dalam Al-Qura’an, merupakan bukti betapa
pentingnya penggunaan fungsi ranah cipta dan karsa manusia dalam belajar dan
meraih ilmu pengetahuan.[18]
Berikut ini
kutipan firman-firman Allah dan Hadist Nabi SAW, baik yang secara eksplisit
maupun implisit mewajibkan orang untuk belajar agar memperoleh ilmu
pengetahuan.
1.
Allah berfirman surat Al-Zumar ayat 9:
Artinya: apakah sama orang-orang
yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui? Sesungguhnya, hanya
orang-orang yang berakallah yang mampu menerima pelajaran (Al-Zumar: 9)
Dalam ayat ini
Allah berusaha menekankan perbedaan orang yang berilmu dengan yang tidak
berilmu. Hal ini menunjukkan bahwa kedudukan orang yang berilmu itu berbeda
dengan orang yang tidak berilmu. Orang yang berilmu itu mempunyai kedudukan yang
lebih tinggi. Dan hanya orang-orang yang mempunyai akallah yang bisa menerima
pelajaran. Jadi orang yang tidak berakal susah untuk bisa menerima pelajaran
yang diajarkan.
2.
Allah berfirman dalam surat Al-Isra’ ayat 36:
Artinya: Dan janganlah kamu mengikuti
apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran,
penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungan jawabnya (Al-Isra:
36)
Dalam ayat ini
Allah menegaskan bahwa kita sebagai umat manusia janganlah membiasakan diri
untuk tidak mengetahui, dalam hal ini jangan sampai kita terbiasa tidak tahu
pada hal-hal yang seharusnya kita bisa mencari tahunya, sehingga kita tahu.
Tentu saja caranya yaitu dengan belajar.
3.
Dalam hadist riwayat Ibnu ‘Ashim dan Thabrani,
Rasulullah SAW bersabda, Wahai sekalian manusia, belajarlah! Karena ilmu
pengetahuan hanya didapat melalui belajar (Qadhawi, 1989)
Dalam hadist
ini Rasulullah memerintahkan kita untuk belajar. Karena semua ilmu dan
pengetahuan itu hanya bisa didapatkan dari belajar. Jadi, agar kita berilmu
maka kita harus belajar.
PENUTUP
Belajar adalah
suatu usaha atau kegiatan yang bertujuan untuk mengadakan perubahan di dalam
diri seseorang, mencakup; perubahan tingkah laku, sikap, kebiasaan, ilmu
pengetahuan, keterampilan dan sebagainya.
Ciri-ciri
belajar adalah (1) Belajar harus memungkinkan terjadinya perubahan perilaku
pada diri individu. Perubahan tersebut tidak hanya pada aspek pengethauan atau
kognitif saja tetapi juga meliputi aspek sikap dan nilai (afektif) serta
keterampilan (psikomotor); (2) perubahan itu merupakan buah dari pengalaman.
Perubahan perilaku yang terjadi pada individu karena adanya interaksi antara
dirinya dengan lingkungan . interaksi ini dapat berupa interaksi fisik dan
psikis; (3) perubahan perilaku akibat belajar akan bersifat cukup permanent.
Faktor- faktor
yang mempengaruhi proses belajar terdiri atas faktor internal dan eksternal.
Faktor internal adalah faktor-faktor yang berasal dari dalam diri individu dan
dapat mempengaruhi hasil belajar individu. Faktor-faktor internal ini meliputi
faktor fisiologis dan faktor psikologis. Sedangkan faktor eksternal yang
memengaruhi balajar dapat digolongkan menjadi dua golongan, yaitu faktor
lingkungan sosial dan factor lingkungan nonsosial.
Faktor-faktor fisiologis adalah faktor-faktor yang berhubungan dengan
kondisi fisik individu. Faktor-faktor psikologis adalah keadaan psikologis
seseorang yang dapat mempengaruhi proses belajar. Beberapa faktor psikologis
yang utama mempengaruhi proses belajar adalah kecerdasan siswa, motivasi,
minat, sikap dan bakat.
Faktor-faktor
eksternal yang meliputi lingkungan social diantaranya faktor sekolah,
masyarakat, dan keluarga. Sedangkan faktor eksternal lingkungan non-sosial
diantaranya lingkungan alamiah, instrumental, dan mata pelajaran.
DAFTAR PUSTAKA
Atmaja,
Prawira, Purwa, Psikologi Pendidikan dalam Perspektif Baru, Yogyakarta:
Ar-ruzz Media, 2012
Djali, Psikologi Pendidikan. Jakarta: Bumi
Aksara, 2008
Djamarah, Bahri, Syaiful, Psikologi Belajar.
Jakarta: CV Rineka Cipta. 2002
Hakim, Lukmanul, Perencanaan Pembelajaran,
Bandung: CV Wacana Prima. 2010
Mardianto. Psikologi Pendidikan. Bandung:
Citapustaka Media Perintis, 2009
Nashar, Peranan Motivasi dan Kemampuan Awal Dalam
Kegiatan Pembelajaran. Jakarta: Delia Press, 2004
Slameto, Belajar
dan faktor- faktor yang mempengaruhinya. Jakarta: Rineka Cipta. 2003
Soemanto,
Wasty, Psikologi Pendidikan, Jakarta: PT. Rineka Cipta, 1998
Sukmadinato, Syaodih, Nana, Landasan Psikologi Proses Pendidikan.
Bandung: Remaja Rosdakarya. 2011
Syah,
Muhibbin, Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru, Bandung: PT.
Remaja Rosdakarya, 2010
Syah, Muhibbin. Psikologi Belajar. Jakarta :
Raja Grafindo Persada, 2003
Winarsih, Varia dan Tarmizi. Diktat Psikologi
Belajar. Medan, USU, 2010
Fotenote
[2] Syaiful Bahri
Djamarah, Psikologi Belajar. Jakarta, CV Rineka Cipta. 2002, hal. 13
[6]
Interner, http://mediaindonesia.co.cc/search/label/psikologi+belajar, diakses tanggal 24 Juni 2015
[8] Lukmanul Hakim, Perencanaan
Pembelajaran, Bandung, CV Wacana Prima. 2010. hal. 91
[9] Ibid, hal 147-148
[10] Djali, Psikologi
Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara. 2008, hal, 101
[11] Nashar, Peranan Motivasi dan Kemampua awal dalam
Kegiatan Pembelajaran. Jakarta: Delia Press. 2004. Hal. 42
[12] Slameto, Belajar
dan faktor - faktor yang mempengaruhinya. Jakarta: PT. Rineka Cipta. 2003,
hal. 57
[13] Ibid, hal 151
[14] Nana Syaodih Sukamdinata,
Landasan Psikologi Proses Pendidikan. Bandung: Remaja Rosdakarya. 2011, Hal
101
[15] Syaiful Bahri
Djamarah, Psikologi Belajar. Jakarta: CV Rineka Cipta. 2002, hal.
143-144
[16] Wasty Soemanto, Psikologi
Pendidikan, Jakarta: PT. Rineka Cipta, 1998, hal. 104.
[17] Muhibbin Syah, Psikologi
Pendidikan dengan Pendekatan Baru, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2010,
hal. 93-94.
[18] Purwa Atmaja
Prawira, Psikologi Pendidikan dalam Perspektif Baru, Yogyakarta: Ar-ruzz
Media, 2012, hlm. 226.
Comments
Post a Comment