Ditulis oleh: *Abdul Katar
Mahasiswa Pasca Sarjana UIN STS Jambi
PENDAHULUAN
Ekonomi Syariah merupakan ilmu
pengetahuan sosial
yang mempelajari masalah-masalah ekonomi rakyat yang di ilhami oleh
nilai-nilai islam. Ekonomi syariah
berbeda dari kapitalisme, sosialisme,
maupun negara kesejahteraan (Welfare
State). Berbeda dari kapitalisme karena Islam
menentang eksploitasi oleh
pemilik modal terhadap buruh yang miskin,
dan melarang penumpukan kekayaan. Selain itu,
ekonomi dalam kaca mata. Islam merupakan tuntutan kehidupan sekaligus anjuran yang
memiliki dimensi ibadah.
Perkembangan ekonomi syari’ah di Indonesia demikian
cepat, khususnya perbankan, asuransi dan pasar modal. Jika pada tahun 1990-an
jumlah kantor layanan perbankan syariah masih belasan, maka tahun 2000an,
jumlah kantor pelayanan lembaga keuangan syariah itu melebihi enam ratusan yang
tersebar di seluruh Indonesia. Lembaga asuransi syariah pada tahun 1994
hanya dua buah yakni Asuransi Takaful Keluarga dan Takaful Umum, kini telah
berjumlah 34 lembaga asuransi syariah (Data AASI 2006). Demikian pula obligasi
syariah tumbuh pesat mengimbangi asuransi dan perbankan syariah.
Para praktisi ekonomi syari’ah, masyarakat dan
pemerintah (regulator) membutuhkan fatwa-fatwa syariah dari lembaga ulama (MUI)
berkaitan dengan praktek dan produk di lembaga-lembaga keuangan syariah
tersebut. Perkembangan lembaga keuangan syariah yang demikian cepat harus
diimbangi dengan fatwa-fatwa hukum syari’ah yang valid dan akurat, agar seluruh
produknya memiliki landasan yang kuat secara syari’ah.
Untuk itulah Dewan Syari’ah Nasional (DSN)
dilahirkan pada tahun 1999 sebagai bagian dari Majlis Ulama Indonesia. Masalah
ekonomi syaria merupakan Wewenang Peradilan agama yang diatur dalam UU No
7/1989 yang baru-baru ini telah diamandemen oleh DPR.
Sementara itu pada pertengahan tahun 1997 krisis ekonomi dan moneter telah
menimpa negara kita yang menurut para pakar diakibatkan kombinasi dari dampak
penularan ( contagion ) eksternal dengan kelemahan internal dari struktur
ekonomi, sosial dan politik. Kombinasi gejolak eksternal dan kelemahan internal
ini telah mendorong krisis pada sektor keuangan dan sektor riil yang kemudian
menimpa perbankan nasional.
Kemunduran ekonomi kapitalis yang menerapkan asas pasar bebas dan ekonomi
sosialis dengan kontrol negara dalam perekonomian secara terpusat, merupakan
titik pijak bagi perkembangan ekonomi syariah. Asas yang didepankan dalam
ekonomi syariah adalah keadilan atau kesetaraan hak dan kewajiban, peniadaan
segala bentuk penindasan atau penggerogotan terhadap pihak lain, serta memiliki
dimensi sosiologis. Pilar utama perekonomian syariah adalah perbankan syariah.
PEMBAHASAN
A. Ekonomi Syariah
Koperasi sebagai sebuah lembaga ekonomi rakyat
telah lama dikenal di Indonesia, bahkan Dr. Muhammad Hatta, salah seorang
Proklamator Republik Indonesia yang dikenal sebagai Bapak koperasi, mengatakan
bahwa koperasi adalah Badan Usaha Bersama yang bergerak dalam bidang
perekonomian, beranggotakan mereka yang umumnya berekonomi lemah yang bergabung
secara sukarela dan atas dasar persamaan hak dan kewajiban melakukan suatu
usaha yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan para anggotanya.
Menurut UU No. 25 tahun 1992 tentang Perkoperasian,
dalam Bab I, Pasal 1, ayat 1 dinyatakan bahwa koperasi adalah badan usaha yang
beranggotakan orang-seorang atau badan hukum koperasi dengan melandaskan
kegiatannya berdasarkan prinsip koperasi sekaligus gerakan ekonomi rakyat yang
berdasar atas asas kekeluargaan. Tujuan pendirian koperasi, menurut UU
Perkoperasian, adalah memajukan kesejahteraan anggota pada khususnya dan
masyarakat pada umumnya serta ikut membangun tatanan perekonomian nasional
dalam rangka mewujudkan masyarakat yang maju, adil, dan makmur berlandaskan
Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.
Dalam teori sosial-ekonomi, dinyatakan bahwa
membangun sebuah kesejahteraan bagi suatu bangsa, factor yang harus dikaji
tidak hanya sekedar faktor ekonomi dalam arti sempit, tetapi juga harus
melibatkan faktor psikologi, demografi, adat-budaya serta agama, dan
faktor-faktor terkait lainnya.
Dengan demikian, sesuai dengan mayoritas penduduk
Indonesia yang beragama islam, maka kajian-kajian yang bersumber dari syariah
islam tidak dapat dinafikan. Sebenarnya, dalam segenap aspek kehidupan bisnis
dan transaksi, dunia islam mempunyai system pekonomian yang berbasiskan
nilai-nilai dan prinsip-prinsip syariah yang bersumber dari Al Quran dan Hadits
serta dilengkapi dengan Al Ijma dan Al Qiyas. Sistem perekonomian islam, saat
ini lebih dikenal dengan istilah Sistem Perekonomian Islam.
Sistem Ekonomi Syariah mempunyai beberapa tujuan,
yakni:
1.
Kesejahteraan
Ekonomi dalam kerangka norma moral Islam (dasar pemikiran QS. Al-Baqarah ayat 2 & 168;
Al-Maidah ayat 87-88, Surat Al-Jumu’ah ayat 10);
2.
Membentuk
masyarakat dengan tatanan sosial yang solid, berdasarkan keadilan dan persaudaraan yang universal (Qs.
Al-Hujuraat ayat 13, Al-Maidah ayat 8, Asy-Syu’araa ayat 183)
3.
Mencapai
distribusi pendapatan dan kekayaan yang adil dan merata (QS. Al- An’am ayat 165, An-Nahl ayat 71,
Az-Zukhruf ayat 32);
4.
Menciptakan
kebebasan individu dalam konteks kesejahteraan social (QS. Ar- Ra’du ayat 36, Luqman ayat 22).
Ekonomi Syariah yang merupakan bagian dari system
perekonomian Syariah, memiliki karakteristik dan nilai-nilai yang berkonsep
kepada “amar ma’ruf nahi mungkar” yang berarti mengerjakan yang benar dan
meninggalkan yang dilarang.
B. Ciri Khas Ekonomi Syariah
Tidak banyak yang dikemukakan dalam Al Qur'an, dan
hanya prinsip-prinsip yang mendasar saja. Karena alasan-alasan yang sangat
tepat, Al Qur'an dan Sunnah banyak sekali membahas tentang bagaimana seharusnya
kaum Muslim berprilaku sebagai produsen, konsumen dan pemilik modal, tetapi
hanya sedikit tentang sistem ekonomi. Sebagaimana diungkapkan dalam pembahasan
diatas, ekonomi dalam Islam harus mampu memberikan kesempatan seluas-luasnya
kepada setiap pelaku usaha. Selain itu, ekonomi syariah menekankan empat sifat,
antara lain:
1. Kesatuan (unity)
2. Keseimbangan (equilibrium)
3. Kebebasan (free will)
4. Tanggung Jawab (responsibility)
Manusia sebagai wakil (khalifah) Tuhan di
dunia tidak mungkin bersifat individualistik, karena semua (kekayaan) yang ada
di bumi adalah milik Allah semata, dan manusia adalah kepercayaannya di bumi.
Didalam menjalankan kegiatan ekonominya, Islam sangat mengharamkan kegiatan
riba, yang dari segi bahasa berarti "kelebihan". Dalam Al Qur'an
surat Al Baqarah ayat 275 disebutkan bahwa Orang-orang yang makan
(mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang
kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka yang
demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat), sesungguhnya jual
beli itu sama dengan riba, padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan
mengharamkan riba.
C. Sistem Ekonomi Syariah
Sudut pandang Ekonomi Syariah berdasarkan Ekonomi
Keseimbangan adalah suatu pandangan islam terhadap hak individu dan masyarakat
diletakkan dalam neraca keseimbangan yang adil tentang dunia dan akhirat, jiwa
dan raga, akal dan hati, perumpamaan dan kenyataan, iman dan kekuasaan. Ekonomi
yang moderat menurut Syariah Islam tidak menzalimi masyarakat, khususnya kaum
lemah sebagaimana yang terjadi pada masyarakat kapitalis, dan juga tidak
menzalimi hak individu sebagaimana yang dilakukan oleh kaum sosialis, tetap
iIslam mengakui hak individu dan masyarakat.
Dengan demikian, dapat kita lihat bahwa Sistem
Ekonomi Syariah mempunyai konsep yang lengkap dan seimbang dalam segala hal
kehidupan, namun ironinya, pada saat ini justru ummat Islam yang terpuruk dalam
ekonomi. Bahkan lebih parah lagi, Islam dianggap sebagai factor penghambat
dalam pembangunan ekonomi. Padahal, jika ummat Islam konsisten terhadap ajaran
agamanya, maka jalan menuju kesejahteraan sebenarnya terbuka lebar, karena Al
Qur’an sebagai Kitab Suci dalam berbagai ayatnya mengajarkan motivasi dalam
berusaha guna memenuhi kebutuhan hidupnya
Sistem Ekonomi Syariah mengakui adanya perbedaan
pendapatan dan kekayaan pada setiap orang dengan syarat bahwa perbedaan
tersebut diakibatkan karena setiap orang mempunyai perbedaan keterampilan,
inisiatif, usaha, dan resiko. Namun perbedaan itu tidak boleh menimbulkan
kesenjangan yang terlalu jauh antara yang kaya dengan yang miskin karena
kesenjangan yang terlalu dalam tidak sesuai dengan Syariah Islam yang
menekankan bahwa sumber-sumber daya bukan saja karunia dari Allah bagi semua
manusia, melainkan juga merupakan amanah.
Dalam sistem ekonomi syariah dikenal beberapa
bentuk kemitraan dalam berusaha, namun yang umum dikenal ada 2 (dua), yaitu
Mudharabah dan Musyarakah.
Mudharabah adalah sebuah bentuk kemitraan di mana
salah satu mitra, yang disebut “shahibul-maal” atau “rabbul-maal” (penyedia
dana) yang menyediakan sejumlah modal tertentu dan bertindak sebagai mitra
pasif, sedangkan mitra yang lain disebut “mudharib” yang menyediakan keahlian
usaha dan manajemen untuk menjalankan ventura, perdagangan, industri atau jasa
dengan tujuan mendapatkan laba
Musyarakah merupakan suatu bentuk organisasi usaha
di mana dua orang atau lebih menyumbangkan pembiayaan dan manajemen usaha,
dengan proporsi sama atau tidak sama. Keuntungan dibagi menurut perbandingan
yang sama atau tidak sama, sesuai kesepakatan, antara para mitra, dan kerugian
akan dibagikan menurut proporsi modal.
Demikian besarnya penekanan dan perhatian Islam
pada ekonomi, karena itu tidak mengherankan jika ribuan kitab Islam membahas
konsep ekonomi Islam. Kitab-kitab fikih senantiasa membahas topik-topik
mudharabah, musyarakah, musahamah, murabahah, ijarah, wadi’ah, wakalah,
hawalah, kafalah, jialah, ba’i salam,istisna’, riba, dan ratusan konsep
muamalah lainnya. Selain dalam kitab-kitab fikih, terdapat karya-karya
ulama klasik yang sangat melimpah dan secara panjang lebar (luas) membahas
konsep dan ilmu ekonomi Islam. Pendeknya, kajian-kajian ekonomi Islam yang
dilakukan para ulama Islam klasik sangat melimpah.
D. Perkembangan Bank Syariah Di Indonesia
Adanya bank syariah di Indonesia dimulai sejak awal tahun 90-an,
tepatnya pada tahun 91 yaitu dengan brdirinya Bank Muamalat
Indonesia (BMI). Setelah diikuti oleh berdirinya Bank Syariah Mandiri (BSM).
Fenomena perbankan syariah di Indonesia merupakan jerih payah perjuangan para
penggagas adanya kelembagaan ekonomi keuangan dalam islam karena dengan adanya
bank syariah, umat islam Indonesia daapat tertolong dalam bertransksi yang
sesuai dengan syar’i dan memberikan rasa ketenangan dihati umat islam
Indonesia.
Perkembangan industri perbankan syariah dalam tahun2004 masih dilandasi
dengan tingkat ekspansi yang tinggi yang menunjukkan adanya demand terhadap jasa
perbankan syariah yang tinggi yang telah di perkirakan dalam berbagai kajian
yang dilakukan.
Perkembangan tersebut didukung pula oleh kondisi moneter dan kebijakan
perbankan yang kondusif. Hal ini tercermin dari pertumbuhan yang signifikan
pada sejumlah indikator seperti jumlah bank dan jaringan kantor dana pihak
ketiga dan pembiayaan yang diberikan.
Secara institusional , dalam tahun 2004 jumlah bank yang melaksanakan
kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah meningkat menjadi 3 bank umum
syariah, 15 unit usaha syariah (UUS) dari bank umum konvesional (Bank Tugu)
menjadi bank Umum Syariah yaitu Bank Syariah Mega Indonesia dibukanya 7 UUS
dari bank umum konvensional khususnya bank-bank pembangunan daerah yaitu Bank
DKI, BPD Riau, Bank Niaga, BPD KALSEL, BPD Sumut, BPD Aceh dan Bank Permata.
Ijin operasional juga telah diberikan kepada 5 BPRS (satu konversi) yaitu BPRS
Situbondo, BPRS Tenggamus, BPRS Buana Mitra Perwira, BPRS Artha Surya barokah
dan BPRS Bhakti Sumekar. Meski demikan terhadap satu BPRS yang dicabut ijin
usahanya yaitu BPRS Dharma Amanah.
Disamping peningkatan jumlah bank syariah yang beroerasi, jaringan
kantor bank syariah juga menunjukkan pertumbuhan yang sangat signifiakan.
Selama periode laporan jumlah kantor bank syariah (termasuk kantor kas dan
kantor cabang pembantu) bertambah 96 kantor dari jumlah 337 kantor pada
tahun2003 menjadi 443 kantor pada akhir tahun 2004 pertumbuhan jumlah dan
jaringan kantor bank syariah tersebut dismping sejalan dengan hasil penelitian
bank Indonesia mengenai potensi penegembangan perbankan syariahtersebut
disamping sejalan dengan hasil penelitian bank Indonesia mengenai potensi
perkembangan perbankan syariah disejumlah daerah , juga tidak terlepas dari
kebijjakan bank Indonesia yang mendukung perluasan jaringan kantor bank syariah
khusunya diluar wilayah ibu kota Provinsi. Dengan demikian jaringan perbankan
syariah kini telah hadir dihampir sebagian besar provinsi.
E. Bank Syariah
dan Kesejahteraan Masyarakat
Bank Syariah adalah tulang punggung berkembang atau
tidaknya ekonomi syariah. Oleh karena itu kegagalan bank syariah bisa dibaca
sebagai kegagalan ekonomi syariah. Ada sejumlah alasan mengapa institusi
keuangan konvensional yang ada sekarang ini mulai melirik sistem syariah,
antara lain pasar yang potensial karena mayoritas penduduk Indonesia beragama
Islam dan kesadaran mereka untuk berperilaku bisnis secara Islami.
Potensi ini menjadi modal bagi perkembangan ekonomi
umat di masa datang. Selain itu, terbukti bahwa institusi ekonomi yang
menerapkan prinsip syariah, mampu bertahan di tengah krisis ekonomi yang
melanda Indonesia. Di sektor perbankan saja misalnya, sampai tahun 2010 nanti
jumlah kantor cabang bank-bank syariah diperkirakan akan mencapai 586 cabang.
Prospek perbankan syariah di masa depan diperkirakan juga akan semakin cerah.
Bank-bank yang ada sekarang bisa memanfaatkan
kebijakan dihilangkannya Batas Minimum Penyaluran Kredit (BMPK) untuk melakukan
penyertaan pada bank lain. Ini satu kesempatan bagi bank untuk membuka
unit-unit syariah. Misalnya bank A yang merupakan bank konvensional, dia bisa
melakukan penyertaan di bank syariah tanpa dibatasi oleh BMPK. Di masa lalu
batasnya 10 persen, sekarang tidak ada lagi.
Selain perbankan, sektor ekonomi syariah lainnya
yang juga mulai berkembang adalah asuransi syariah. Prinsip asuransi syariah
pada intinya adalah kejelasan dana, tidak mengadung judi dan riba atau bunga.
Sama halnya dengan perbankan syariah, melihat potensi umat Islam yang ada di
Indonesia, prospek asuransi syariah sangat menjanjikan. Dalam sepuluh tahun ke
depan diperkirakan Indonesia bisa menjadi negara yang pasar asuransinya paling
besar di dunia.
Seorang CEO perusahaan asuransi syariah asal
Malaysia, Syed Moheeb memperkirakan, tahun 2008 mendatang asuransi syariah bisa
mencapai 10 persen market share asuransi konvensional. Data dari
Asosiasi Asuransi Syariah di Indonesia menyebutkan, tingkat pertumbuhan ekonomi
syariah selama 5 tahun terakhir mencapai 40 persen, sementara asuransi
konvensional hanya 22,7 persen.
Perbankan dan asuransi, hanya salah satu dari
industri keuangan syariah yang kini sedang berkembang pesat. Pada akhirnya,
sistem ekonomi syariah akan membawa dampak lahirnya pelaku-pelaku bisnis yang
bukan hanya berjiwa wirausaha tapi juga berperilaku Islami, bersikap jujur,
menetapkan upah yang adil dan menjaga keharmonisan hubungan antara atasan dan
bawahan.
Bisa dibayangkan kesejahteraan yang bisa dinikmati
umat jika penerapan ekonomi syariah ini sudah mencakup segala aktivitas ekonomi
di Indonesia. Peluang penerapan ekonomi syariah masih terbuka luas. Belum lagi
munculnya Baitul Maal Wa Tamlil (BMT) yang tumbuh bak jamur di musim hujan,
menyemarakkan dinamika perekonomian wong cilik. Bayangkan, rentenir mulai resah
dengan hadirnya BMT di pasar-pasar tradisional. Sektor riil bergulir,
masyarakat terbantu, BMT bersinergi dengan Bank Syariah, mengucurkan dananya
langsung ke masyarakat.
PENUTUP
Baru tiga dasawarsa menjelang abad 21, muncul
kesadaran baru umat Islam untuk mengembangkan kembali kajian ekonomi syari’ah.
Ajaran Islam tentang ekonomi, kembali mendapat perhatian serius dan berkembang
menjadi disiplin ilmu yang berdiri sendiri. Pada era tersebut lahir dan muncul
para ahli ekonomi syariah yang handal dan memiliki kapasitas keilmuan yang
memadai dalam bidang mu’amalah. Sebagai realisasi dari ekonomi syariah, maka
sejak tahun 1975 didirikanlah Internasional Development Bank ( IDB ) di Jeddah.
Setelah itu, di berbagai negara, baik negeri- negeri muslim maupun bukan,
berkembang pula lembaga-lembaga keuangan syariah
Bank syariah adalah bank yang
melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya
memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. Perbankan syariah dalam melakukan
kegiatan usahanya berdasarkan prinsip syariah, demokrasi ekokomi, dan prinsip
kehati-hatian. Di dalam bank syariah terdapat suatu badan yang tidak ada di
dalam bank-bank konvesional yaitu Dewan Pengawas Syariah. Dewan ini memiliki
tugas untuk meneliti produk-produk baru bank syariah dan memberikan rekomendasi
terhadap produk-produk baru tersebut serta membuat surat pernyataan bahwa bank
yang diawasinya masih tetap menjalankan usaha berdasarkan prinsip-prinsip
syariah.
REFERENSI
Adrian Sutedi, 2009, Perbankan
Syariah ,Tinjauan dan Beberapa Segi Hukum, Ghalia Indonesia; Bogor
Hirsanuddin, 2008, Hukum
Perbankan Syariah di Indonesia, Genta Press; Yogyakarta
Muhammad, 2004, Manajemen Dana
Bank Syariah, Penerbit Ekonosia; Yogyakarta
Syaiful Watni, Suradji, Sutriya,
2003, Analisis dan Evaluasi Hukum
Tentang Perbankan Syariah di Indonesia, Badan Pembinaan Hukum Nasional; Jakarta
Warkum Sumitro, 2004, Asas-asas Perbankan Islam &
Lembaga-lembaga Terkait dan Pasar Modal Syariah di Indonesia. PT. Raja Grafindo
Persada; Jakarta